123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 lasantha.wam

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Wednesday, June 24, 2015

Imamku, Ajari Aku Mencintaimu || Short Story

                                                              سم الله الرحم الرحيم - اللهم صلى على محمد و اله   

Say good bye to putih abu2. Yeyy, inilah masa dimana para remaja mulai membentangkan sayapnya untuk bergegas terbang mendewasakan diri. Berhijrah dari pelabuhan ilmu berseragam resmi menuju pelabuhan ilmu nan lebih luas dn tentunya bukan menjadi si culun berdasi abu2 lagi. Yap, *Mahasiswa* satu kata yang terdengar kece dan begitu sensasional di telingaku. Seperti yang teman seperjuangan ku katakan, "Meskipun gue adalah calon mahasiswi jebolan dari pesantren tradisional nan kolot, tapi jangan salah.. gue punya ambisi sekuat baja untuk meraih impian gue menjadi mahasiswi fakultas kedokteran di Universitas Gajah Mada. Hal yang sangat nyleneh untuk seorang gue memang. secara orang2 bilang muka gue ini muka2 ustadzah dan sama sekali nggak cocok jadi ibu dokter."
Kali ini aku tertarik untuk berbagi sedikit kisah dari teman tengil ku ini. Beberapa hari yang lalu kami tak sengaja bertemu di sebuah mall di Jakarta. Spontan pertemuan itu membuatku tercengang lantaran teman karib nan jauh di seberang dan sudah beberapa bulan menghilang itu tiba2 ada di depan mata. Ia menggandeng ibu2 separuh baya yang terlihat sudah sangat akrab dengannya. Tanpa fikir panjang akupun segera menghampiri, berjabatan tangan dan berpelukan beberapa saat layaknya dua sahabat karib yang sudah lama tak jumpa. Lalu ku ulurkan tanganku, berjabat tangan dengan ibu separuh baya yang berdiri persis di sebelah kanannya.
"Perkenalkan saya teman pondoknya Aqilah, ibu.. ibu pasti tantenya ya..??" Sapaku percaya diri.
Seketika mereka berdua saling berpandangan dan tertawa kecil. Aku pun heran, mengapa beliau tak menjawab pertanyaanku, malah meresponnya dengan tawa kecil yang membuatku semakin penasaran..?
"Ehm.. ada yang salah dengan pertanyaan saya??" Tanyaku meyakinkan.
"Ehehe.. Ima, kenalin ini umi Aminah.. IBU MERTUA gue " Jawab Aqilah singkat yang spontan memunculkan tanda tanya sebesar gajah di kepalaku.
"Ahh YANG BENER???????" Tanyaku agak kesal karna merasa di bikin semakin kepo.
"SERIUS!!! SUMPAH!!! WALLAHI !!! BI HAQQI...."
"SSTTT!! IYA2 GUE PERCAYA!! IHHHH ASEEEMMM LO !!!!!!  "
KOK BISA SIH???????? KEDOKTERANNYA DI BAWA KEMANA?????????

      ***

Jadi gini critanya.. ...
KEPO ya ??  


Orang yang paling ambisius di pesantren البتات الصالحه . Segala macam upaya di lakukan untuk menggapai ambisinya. Banting tulang membolak-balik segerombolan buku dari pagi sampai ketemu pagi lagi. Dan tiap di tanya "Woyy, why do U bother Ur self like that??"
"Pasti jawabannya, "Wes diemo!! semua ini demi UGM kesayangan"
                                                 (HADEHHHH)

Siang itu setelah mengantarkan umi Aminah pulang, kami memutuskan untuk makan siang berdua di sebuah restoran Arab tak jauh dari kediaman beliau. Sesampainya disana ku gelandang ia menuju gazebo paling pojok, lalu ku tatap matanya dengan tatapan tajam dengan ekspresi wajah datar tanpa terlukis senyum sedikitpun. Bak hakim yang sedang mengadili nara pidana kelas kakap, aku pun lantang berkata, "CEPAT KATAKAN!! KOK BISA LO MERRIED NGGAK NGUNDANG GUE???? WHAT JU MEAN HAHH??" (menggebrak meja)
Lantaran syok, dengan terbata-bata ia pun menjawab, "GGE.. GUE DI JODOHIN!!!!  LO PIKIR GUE MAO NIKAH MUDA HAHHH?? ENGGAKKK!!!!!!"

O M G HELLOOOWWW.. . D I - J O D O H - I N ???? 😲😲

Di temani segelas juiz alpukat kental Aqilah mulai bercerita,

Seusai farewell party itu aku memutuskan untuk bergegas pulang ke kampung halaman, tanpa mengikuti tour perpisahan. Karna kala itu teman SMPku sudah mendaftarkanku di sebuah bimbel terkenal di kotaku. Bimbel itu begitu ketat dan disiplin sehingga mengharuskanku untuk tiba di kampung halaman 1 hari sebelum bimbel di mulai, tepatnya ketika kalian tour perpisahan. Di masa2 itulah aku bertekat untuk fokus dalam bimbel itu agar persiapan menghadapi sbmptn bisa semaksimal mungkin. Oleh karenanya aku sengaja me-nonaktif-kan semua akun dan smartphoneku sehingga tiada satupun yang bisa menghubungiku kecuali keluarga dan teman kompleks rumahku.
Sampai akhirnya test ujian itu tiba. Sang waktu menjadi saksi bahwa aku telah berjuang pada hari itu, juga jauh sebelum perang perebutan universitas itu di mulai. Pada hari2 penantian pengumuman kelulusan entah mengapa aku serasa kehilangan harapan, padahal sebelumnya aku yakin sekali bahwa suatu proses tak akan pernah menghianati hasilnya. Dan ternyata kekhawatiranku benar, 1 bulan berlalu dan ku dapati namanku TIDAK tercantum dalam daftar peserta yang LOLOS sbmptn. Kau tahu, bagaimana luka bekas sayatan pedang yang masih menganga lalu di taburi garam di atasnya?? Bagaimana rasanya?? Itulah yang aku rasakan saat itu. Kecewa?? Tentu saja. Tapi pada akhirnya aku bisa mengikhlaskan dan yahhh entah apa yang di rencanakan olehNya, ku percaya ada jalan lain yang jauh lebih indah dari itu.Sejak saat itu aku mulai membuka hati dan fikiranku untuk bisa menerima nasehat bijak dari pamanku yang selama ini kontradiksi dengan apa yang aku cita2 kan.
"Apa kau benar2 yakin rela melepaskan lelaki yang teramat luar biasa itu?? Kamu tau kan gimana hukumnya menolak permintaan ikatan suci dari seorang lelaki yang semua mata pun tahu bahwa ia adalah sosok pangeran idaman berhati sufi??"
"Paman tau, semua wanita pasti butuh pada sosok pembimbing sejati yang memuliakannya seharum putri. Dan paman tau persis, dalam sujud panjangmu.. diam2 kamu telah menantinya kan??"
"Lalu tunggu apa lagi?? Mungkin dengan cara itu Tuhan menjagamu."
Perkataan2 pamanku itu selalu berlalu-lalang di benak, menggoyahkan ambisiku, bahkan menyusup hingga ke dalam relung jiwaku. Meraung2kan bahwa memang lelaki itulah sang penyempurna agamaku yang selama ini ku tunggu. Semua gerutu hati itu membuatku merasa semakin bersalah. Bersalah dan BERSALAH.


Akhirnya, tepat pada hari mahabbah, 1 Dzulhijjah 1436 H berlangsunglah akad nikah sederhana yang berselimut haru. Entah apa yang akan terjadi setelahnya, aku mencoba tegar dan menerima semua ini dengan IKHLAS. Harapanku setelah ini hanyalah, semoga aku bisa menjadi sebaik-baik makmum untuk imamku. Imamku yang semoga pula seiring dengan berjalannya waktu aku bisa mencintainya dengan segenap jiwa dan raga. 
Hari2 setelah pernikahan ku jalani dengan penuh kebahagiaan. Senyum lebar dan sapaan ramah selalu ku lukiskan di setiap hariku. Apa karna aku bahagia?? Entahlah, perasaanku masih campur aduk pada saat itu. Bisa jadi itu hanyalah senyum palsu. Tapi bukan maksudku untuk berdusta, hanya saja aku tak ingin suamiku tau bahwa istri yang selama ini ia kasihi belum bisa mengasihinya sepenuh hati.
"Apa kau tau, aku tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Menggelar sajadahku berdekatan dengan sajadah wanitaku yang selama ini ku perjuangkan di hadapan Tuhan. Sungguh, aku sangat beruntung bisa memilikimu. Dan ku harap kau bersedia menemani perjuanganku menjadi insan kebanggaanNya. Ya, kita akan berjuang bersama. Tumbuh dan berkembang bersama. Dan menjadi lebih baik bersama. Bersediakan??" Kata suamiku lirih.
Aku tak bisa menjawab satu patah kata pun pada waktu itu. Hanya air mata haru yang terus mengucur deras membanjiri parasku. Nafasku sesak, entah mengapa tamparan keras seakan-akan mengenaiku dari sisi kanan dan kiri. Rasa bersalah yang begitu besar membungkamku dalam ketidakberdayaan. "Ya Tuhan.. bagaimana bisa jiwa yang begitu hina ini mampu menjadi yang terbaik untuk hamba kesayanganmu itu? Sementara hatiku ini masih saja belum bisa menerima keberadaannya. Ku mohon, bantu aku memantaskan diri. Bantu aku agar bisa mencintai. Agar aku bisa menjadi sebaik-baik istri.." (isakku dalam hati)
Seakan tau yang terlintas di benakku, ia menghela nafas panjang. Lalu mendekatiku dan merangkul pundakku. Dengan segenap hati ia mengatakan, "Aku mengerti. Tak usah cemas, aku disini untuk membimbingmu!!"
                                   
   ***

2 minggu berlalu. Setelah itu kami memutuskan untuk berhijrah ke kediaman suamiku di Surabaya. Awalnya aku menolak diajak berhijrah, karna dalam benakku sudah pasti aku tidak akan betah berada di rumah mertuaku itu. Dengan suamiku saja aku masih belum merasa nyaman, apa lagi hidup satu atap dengan keluarganya? Semua itu masih terasa asing bagiku. Beberapa kali aku membujuknya agar menunda rencananya untuk berhijrah. Ku bilang, "Kak, lalu bagaimana dengan umi? Dia pasti akan merasa sangat kesepian di rumah ini sendiri. Kita tunda saja ya sampai adik libur semesteran, jadi dia bisa pulang mènemani umi..!" Tapi ia malah bilang, "Tak usah cemas, nanti umi juga ikut menemanimu beberapa hari.. sampai kamu terbiasa! Kakak sudah bilang ke umi, dan beliau setuju."
Ke-esokan harinya tepat pukul 09:00 am, kami bertiga sudah berada di terminal Sukabumi. Suamiku bergegas menuju antrian tiket, sementara aku dan ibuku menunggu di sebuah kantin kecil tak jauh dari loket pembelian karcis. 30 menit berlalu, suamiku berjalan lesu menemui kami berdua.
"Sudah ku duga mi, pasti kehabisan tiket!" Celetusku pada ibu.
Tanpa merespon perkataanku, ibu segera beranjak dari tempat duduknya dan menyambut menantu kesayangannya itu dengan sebotol aqua dingin,
"Gimana nak?? Dapat karcisnya??" Tanyanya dengan raut muka penuh harap.
Dengan mimik wajah kecewa yang tampak jelas di wajahnya, ia pun menjawab, "Maafkan Muhsin umi.. Muhsin gagal memperoleh tiket VIP. Semuanya habis tinggal tersisa mini bus biasa. Apa umi tak keberatan??"
"Tentu aku keberatan kak!! Aku tak terbiasa bepergian dengan busmini dengan jarak sejauh itu!!" Celetusku kesal.
"Aqilah..!! Apa2an kamu! Sudahlah ayo berangkat! Umi sama sekali tak keberatan!!" Kata ibu meyakinkan.
"Tak usah cemas sayang.. aku akan mengapitmu dari sisi kanan dan kiri!!" Jelas suamiku yang membuatku semakin kesal dan muak.
Di sepanjang jalan aku hanya diam dan menikmati irama lagu dari headset yang ku pasang di telinga kanan dan kiriku. Sementara itu kak Muhsin terlihat begitu kewalahan menjagaku di sisi kanannya dan ibuku di sisi kirinya. Sopir bus yang ugal2an dan penumpang yang mayoritas kaum lelaki membuat suasana bus semakin rusuh. Aku terus saja menikmati alunan musikku dan tampak tak mau tau dengan suasana rusuh yang sedang terjadi, tapi sebenarnya aku memerhatikan setiap tingkah laku suamiku itu sedari tadi. Oh alangkah perhatiannya ia. Sosok lelaki yang begitu santun dan penyayang, bukan hanya denganku tapi juga ibu mertuanya.
Sesekali kantuk melanda, dan aku dengan tak sadar menjatuhkan kepalaku ke arah jendela. Dan secepat kilat kak Muhsin segera meraihnya dan menyandarkannya tepat di bahunya. Akupun tersadar, tapi tetap ku biarkan mataku terpejam agar seolah-olah aku memang sedang tertidur. Dalam kepura-puraanku aku mengamatinya. Lalu aku semakin terharu ketika ia memegangi kepalaku dengan begitu lembutnya, agar aku bisa tetap tertidur pulas walau dengan suasana yang begitu panas dan tak nyaman. Sementara tangan kirinya masih menggenggam jemari ibuku yang duduk berjarak 3 jengkal di samping kirinya.
Bahkan ia berusaha melawan kantuknya sendiri dengan sesekali menggerak-gerakkan kepalanya. Padahal aku tau persis ia tak pernah bisa melawan rasa kantuknya, sekalipun dengan secangkir kopi. Tapi entahlah.. bagaimana ia bisa melakukan semua itu dengan begitu tulus.
"Ya rabb.. istri macam apa aku ini?? :'( ku mohon, bantu aku menyayanginya..!!" Gumamku dalam hati.

 ***

Tak terasa, sudah 1 minggu ku jalani rutinitasku di kediaman suamiku. Sendiri, tanpa seorang ibu disisiku. Pasalnya setelah 2 hari menginap ibu memutuskan untuk kembali pulang karna ada suatu hal yang harus di urus. Ya, mau bagaimana lagi.. sekarang aku sudah menjadi milik suamiku, dan memiliki keluarga baru yang juga membutuhkanku.
Ahh tapi tak mengapa, aku sudah merasa cukup nyaman berada disini. Tak ku sangka, ternyata semua anggota keluarga menyambutku dengan penuh kasih sayang. Mereka pun memaklumi segala kekuranganku, bahkan mereka dengan senang hati mengajariku hingga aku benar2 bisa. Aku sampai tak habis fikir, "Apa ini yang dinamakan keluarga bidadara??" Sungguh, aku tak pernah di perlakukan seperti ini sebelumnya.
Pernah suatu ketika ayah mertuaku mengajakku menghadiri pesta pernikahan rekan kerjanya. "Biasanya abi selalu meminta umimu (ibu mertuaku) untuk menemani abi menghadiri suatu acara. Tapi kali ini abi akan mengajakmu sebagai pengganti umi. Sekaligus abi akan memperkenalkanmu kepada semua rekan kerja abi. Kamu mau kan nak??" Bujuk ayah mertuaku.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk kecil sebagai isyarat setuju.
Dalam perjalanan abi mulai bercerita. Ia menceritakan segala kenangan2 indah bersama keluarga, termasuk hal2 konyol yang di lakukan suamiku semasa kecilnya. Ia juga menceritakan tentang kisah cinta suamiku di masa remajanya. "Muhsin itu anak yang sangat pemalu. Apa lagi sama perempuan. Dia pernah suka dengan seorang perempuan yang kebetulan teman sekelasnya waktu SMP. Tapi akhirnya dia sakit hati karna cintanya di tolak =D setelah itu dia tak berani lagi suka dengan perempuan manapun. Sampai akhirnya dia menemukanmu. Jadi kamu ini perempuan kedua yang disukainya setelah cinta monyetnya itu. Dalam artian kamu ini cinta pertamanya nak, sungguh.. dia sangat bahagia bersamamu. Abi tak pernah melihatnya sebahagia itu sebelumnya." Ulasnya panjang lebar.
Aku tertegun. Jiwaku seperti ingin melayang-layang tak karuan, tapi belum sempat terbang tiba2 pertanyaan sadis mendebarkan menghantam hati naluriku.
"Kamu juga mencintainyakan?? Kamu sungguh2 mencintainya, iyakan??" tanyanya meyakinkan.
Aku terdiam beberapa saat. Denyut nadiku berdebar teramat kencang. Rasa bersalah semakin menyiksaku, menghujat lisanku, hingga satu patah katapun tak sanggup keluar dari bibirku.
Karna merasa tak di respon, ia pun bertanya lagi dengan suara yang lebih lantang, "Menantu kesayangan abi, KAMU JUGA SANGAT MENCINTAI PUTRAKU MUHSIN KAN nak????"
Spontan akupun menjawab, "TTE.. TENTU SAJA dong abi.. kalo Aqilah tak cinta, mana mau Aqilah jadi istrinya..!! Whehe"

(Huadduuuhhhhhhh seperti tersambar geledek hati adek bang=_=)

Setelah pesta pernikahan selesai, abi memutuskan untuk segera pulang. Entah apa yang membuatnya terburu-buru, tapi hal itu menguntungkanku sehingga aku bisa segera terbebas dari rasa nervous ku yang tak jelas itu.
Dalam perjalanan pulang abi kembali membuka pembicaraan dengan topik yang agak menegangkan.
"Sebenarnya ada yang mau abi katakan padamu!!" Ucapnya yang spontan memunculkan virus kepo di benakku.
"Hmm.. ada apa bi? Katakan saja..!" Jawabku mencoba tenang.
"Beberapa waktu lalu Muhsin mendapat surat pemberitahuan dari pondok pesantren tempatnya dulu mondok.."
"Pemberitahuan apa bi??" Potongku tak sabar.
"Dia terpilih mjd salah satu ikhwan yang mendapatkan beasiswa ke Irak." Ia menghela nafas, lalu melanjutkan, "Beasiswa itu harus di tempuhnya selama 4 tahun. Tapi bisa pulang 2 tahun sekali kalo mau. Jadi kalo kamu tak keberatan, dia akan berangkat akhir bulan ini. A.. ..."
"Akhir bulan ini bi????" Tanyaku tercengang.
"Iya nak, jadi gimana? Semua keputusan ada di tanganmu. Kalo kamu setuju ya dia berangkat, kalo kamu keberatan ya... dia tetap disini. Kau setuju????"
Ya Tuhan..... @$#^÷@#$:[ Entah mengapa hatiku jadi tak karuan. Di satu sisi aku bahagia, tapi di sisi lain rasa2nya aku tak rela. Ahh apa iya aku tak rela melepasnya?? :/

    ***

Setelah 2 minggu menetap di kediaman mertuaku, kak Muhsin mengantarkanku kembali ke Sukabumi. Bukan karna aku tak betah, tapi karna ada amanah tak terduga yang harus ku emban. Jadi satu hari setelah suamiku mendapat surat pemberitahuan itu, datang pula sebuah selembaran resmi ke rumahku. Selembaran itu berisi pernyataan bahwa aku dinyatakan sebagai siswi berprestasi yang berhak menerima beasiswa penuh di universitas swasta terbaik di Jawa Barat. Entah bagaimana bisa keberuntungan itu berpihak padaku, yang jelas bagiku ini benar2 kado terindah dari Tuhan. Lalu kami pun bersepakat untuk menerima beasiswa kami masing2. Karna ku pikir Irak adalah sebaik2nya tempat untuk para pejuang ilmu, dan bukan sembarang orang bisa memperoleh beasiswa itu. Sementara aku akan menghabiskan penantianku dengan meneruskan perjuanganku yang sempat terhenti, yakni menjadi sarjana berprestasi.

*Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan???*
Jumat, 14 September 2014. Hari itu adalah hari terakhirku bersama suamiku sebelum ia terbang ke Irak. Sebenarnya aku ingin mengajaknya ke suatu tempat terindah di Sukabumi. Aku ingin berbakti padanya dan memberikan kesan terindah di hari terakhir itu. Tapi karna suatu hal, ia harus kembali ke Surabaya pada hari itu juga. Akupun harus mengurungkan niatku dan bergegas mengantarkan suamiku menuju halte bus. Siang itu sang waktu terasa sangat kejam. Ia memutar roda tiap detiknya dengan begitu cepat. Denyut nadiku pun tak kalah hebatnya berdenyut mengalahkan detakan jantung yang sedang terkejut. Entah karna saking terburu-buru takut ketinggalan bus, atau karna rasa kehilangan.. aku tak paham. Sampai pada akhirnya sebuah bus jurusan Sukabumi-Surabaya berhenti tepat di depan kami. DUGG kali ini aku tak bisa membohongi perasaanku, aku mulai merasakan kehilangan. "Kak MUHSIN....!!!" Jeritku dalam hati. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahku kelu. Jantungku berdebar lebih dahsyat. Kernet bus yang juga sedang memburu waktu berteriak kencang menyuruh suamiku untuk segera menaiki bus. Dan spontan aku menghentikan langkahnya lalu mengecup keningnya dan memeluknya begitu erat, sangat erat. Di sebuah halte di pinggir jalan raya, di hadapan berpuluh2 orang yang sedang berlalu lalang, dan persis di depan para penghuni bus yang seketika terdiam dan tercengang.
Dan kau tau?? 1 bulan setelahnya aku baru tersadar. Apa hal memalukan yang telah ku lakukan di hari itu?? Ya, aku baru tersadar setelah ia membahasnya via telepon bahwa itu adalah hadiah terindahnya yang selama ini ia impikan. Yaitu merasakan dekapan tulus dari sosok bidadari kesayangannya.
(Duhhhhhhhh MALUUU adek bang X_X)

Dengarlah, ini adalah saat2 yg paling mengharukan dalam hidupku. Kala itu...

.

.

.

(Uhuk-uhuk):p

.

.

.

"Tertanggal, 17 September 2014. Sang penyempurna agamaku terbang ke negeri 1001 Malam" ~> (memo)
Memo yang sedari tadi menderingkan handphoneku tak ku lirik sedikitpun. Hari ini adalah hari pertama ospek fakultas. Dan aku sangat kewalahan dibuatnya. Di tambah tingkah laku dari si kakak2 panitia ospek yang membuatku kebakaran jenggot, memaksaku untuk memperbudak diri seharian sehingga tak bisa menyentuh handphone sedikitpun.
Sampai ketika ku dengar adzan asar berkumandang, aku terperanjak dari tempat dudukku dan tertegun beberapa saat. Lalu tanpa permisi aku berlari secepat kilat menuju tenda peristirahatan. Ya, aku baru teringat tentang peristiwa penting itu. Benar2 baru teringat. Aku terus berlari tanpa memedulikan panitia2 bengas yang terus2an berteriak menyuruhku kembali. "Pantas saja sedari tadi terasa ada yang ganjal. Kk Muhsin......!!!! maafkan aku!! " isakku dalam hati.
Setibanya di tenda aku segera membuka handphone. Dan betapa terkejutnya setelah ku dapati 35 panggilan tak terjawab, 27 panggilan dari suamiku dan  sisanya dari ayah mertuaku. Lalu dengan air mata yang terus berlinang aku segera menelponnya kembali. 2 kali, tapi tak ada jawaban. Lalu ku coba lagi, tapi tetap tak ada jawaban. Jiwaku mulai rapuh tak ada harapan. Tapi tiba2 aku di kagetkan dengan dering handphone yang ada di genggamanku. Ternyata sebuah pesan singkat dari suamiku. Lalu ku hela nafas panjang dan mulai membacanya.

Istriku sayang, mungkin saat kau baca pesan ini kakak sudah tidak ada di Indonesia lagi. Maaf jika kakak meneleponmu di waktu yang tak tepat. Dan maaf pula jika kakak terus menerus menderingkan handphonemu sementara mungkin kamu terlalu sibuk shg tak sempat mengangkatnya. Sebenarnya kakak cuma mau pamit dan mendengar suaramu untuk yang terakhir kalinya sebelum pesawat kakak take off. Kamu jaga diri baik2 ya disana. Jangan lupa untuk selalu mengamalkan amalan2 yang telah kakak ajarkan padamu. Jangan lupa pula untuk selalu membentengi diri dari hal2 yang merapuhkan imanmu. Jaga dirimu, pribadimu, juga akhlakmu. Semoga Allah selalu menjagamu sayang..
Kakak juga ingin mengucapkan beribu-ribu terimakasih untuk kebahagiaan yang telah kau berikan selama sebulan ini. Kakak tau, satu bulan adalah waktu yang teramat singkat. Tapi ketahuilah, detik2 bersamamu adalah masa2 terindah yang tak pernah ku lalui sebelumnya. Meskipun sebenarnya dalam hati aku menerka-nerka, "Apa istriku juga merasakan hal yang sama sepertiku?" Tapi aku tak pernah menghiraukan terkaanku itu. Yang ku lakukan hanyalah memohon di setiap pagi dan petang agar istriku ini sama bahagianya sepertiku atau bahkan lebih, dan akupun meminta.. dengan setulus2nya pinta, agar suatu saat nanti aku bisa mendengar kata2 keluar dari bibirmu bahwa kau mencintaiku. Ya.. aku selalu menanti kata2 itu duhai istriku, aku selalu berharap kalimat "احبك ايضا يا زوجى" keluar dari bibirmu tiap kali ku katakan rasaku. Tapi ternyata sampai pada saat pertemuan terakhir kita, aku pun masih belum bisa mendengarnya. Ya, semoga suatu saat nanti.. kau bisa mengatakannya dengan sepenuh hati.
Maafkan kakak karna telah meninggalkanmu. Bersabarlah.. Aku hanya ingin memantaskan diri menjadi sebaik2 pemimpin untuk keluargaku. Agar aku menjadi pantas untukmu, dan engkaupun pantas untukku.
Jadi tak usah cemas, aku akan kembali padamu, ya.. aku akan kembali dengan membawa beribu ilmu. Doakan keberhasilanku ya sayang.. Aku menyayangimu slalu.
Sekian.
                  
                                Dariku, yang selalu berharap sapaan cinta darimu
                                                                        Your beloved husband♡

                                     --Short message service--

Aku tersungkur tak berdaya di bawah tenda kecil yang sedang tak berpenghuni. Dadaku terasa amat sesak, pikirku buntu, dan batinku seperti tersayat2 pedang sadis tak berperasaan. Rasa bersalah dan penyesalan yang begitu besar menghujatku dengan begitu sadisnya. Ia membantai batinku hingga meraung2 kesakitan. Ia menguras air di sudut mataku hingga mengucur berhamburan. Ahh berkali-kali aku merasakan kehilangan, tapi tak pernah sesakit ini=_=
Ya Tuhan......!! Apa ini yang dinamakan cinta?? cinta yang tumbuh setelah aku kehilangannya?? Atau karna egoku yang terlalu muna untuk mengakuinya?? bahwa aku juga mencintainya?? Ohh aku telah mencintainyakah??  :'(
                                                   
 ***

19:25 WIB. Aku bersimpuh di atas sajadahku dengan luka yang tak lagi menganga. Di atas sajadah itu ku bersimpuh memohon ampun dan petunjukNya, meminta belas kasihan atas kerapuhan jiwaku, serta mencurahkan seluruh gumpalan rasa perih yang membantai kalbu.
Di atas sajadah itu, aku mengaku, dengan setulus-tulusnya pengakuan, dan dengan sesadar-sadarnya penyadaran, bahwa aku.. aku telah mencintainya dengan sepenuh hati. Ya, aku telah mencintaimu suamiku, aku telah berhasil mencintaimu.
BAHWA DEMI NAMA TUHANKU, KAULAH CINTA SEJATIKU.

   MAKA, SUDIKAH KAU KEMBALI DAN MEMBAWAKU TERBANG BERSAMAMU?? 


انا فى انتظاركم يا زوخي♡
                                     



-theEnd-


Jepara, 2015
~dfz~

0 comments:

Post a Comment

Categories

Follow me on Facebook

Follow me on Tumblr

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Powered by Blogger.
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();
Adsense Indonesia

About Author

Hamba Tuhan yang sedang belajar menulis.

Video of Day | Click on the link below to download the video!

Popular Posts