123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 lasantha.wam

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Tuesday, May 23, 2017

Grafologi: Mengetahui Karakter Orang Lewat Tulisan Tangan #1

Seseorang tidak akan pernah kelihatan aslinya dengan jelas sampai ketika saat ia membicarakan karakter orang lain. -Jean Paul Richter-
Mengetahui Karakter Orang Melalui Tulisan Tangan

Kepribadian manusia juga bisa diketahui dari tulisan tangannya. Dalam ilmu psikologi dikenal sebuah metode untuk menganalisis tulisan seseorang, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah graphology. Melalui tulisan tangan, kita bisa mengetahui sifat seseorang, termasuk caranya memandang masa lalu dan masa depannya.

Manfaat mempelajari graphology
  1. Dengan menganalisis tulisan tangan orang, kita bisa tahu cara mereka dalam berkomunikasi, apakah mereka termasuk orang yang suka to the point, jujur, terbuka, susah berkomunikasi, cerewet, tertutup, suka berbohon, misterius, dan lain sebagainya. 
  2. Dengan menganalisis tulisan tangan orang, kita bisa tahu bagaimana pola seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, apakah mereka tipe orang yang suka mendominasi, penurut, hangat, humoris, temperamen, dan lain sebagainya.
  3. Dengan menganalisis tulisan tangan orang, kita bisa tahu dorongan seksualnya, apakah rendah, rata-rata, tinggi, hanya sebatas imajinasi, dan lain sebagainya.
  4. Dengan menganalisis tulisan tangan orang, kita juga tahu bagaimana sikap mereka, apakah orang tersebut cenderung optimis, pesimis, kritis, dan lain sebagainya.
  5. Dengan menganalisis tulisan tangan orang, kita juga bisa tahu bagaimana respons orang terhadap kritik yang diberikan kepadanya, apakah mereka tipe orang yang sensitif, cuek, objektif, paranoid, mudah terpengaruh, dan lain sebagainya.
  6. Dengan menganalisis tulisan tangan seseorang, kita juga bisa mengetahui seperti apa pola sosial yang dimilikinya. Apakah dia tipe orang yang mudah bergaul, santai, pemalu, murah hati, penuh curiga, diplomatis, dan lain sebagainya.
  7. Dengan menganalisis tulisan tangan seseorang, kita juga bisa mengetahui kepribadiannya. Apakah mereka tipe orang yang sombong, penuh rasa percaya diri, selalu merasa tidak aman, penuh rahasia, selalu ingin dilindungi, selalu ingin dipuji, dan lain sebagainya.
  8. Dengan menganalisis tulisan tangan orang, kita bisa tahu pola pikirnya. Apakah ia termasuk orang yang lamban dalam berpikir, prosedural, tidak sabaran, selalu menggunakan logika, peka, berpikir tajam, dan lain sebagainya.
  9. Dengan menganalisis tulisan orang, kita bisa mengetahui bagaimana respons emosi mereka terhadap suatu rangsangan. Apakah mereka cenderung ekspresif, depresif, pemaaf, pemarah, mudah tersinggung, dan lain sebagainya.
Kali ini saya akan berbagi sedikit pengetahuan tentang grafologi, yang mencakup macam-macam gaya tulisan tangan, seperti apa bentuknya, dan bagaimana tipe kepribadiannya. 

Penasaran?


Nantikan postingan saya selanjutnya! ๐Ÿ˜Š

Friday, May 19, 2017

Komunikasi Interpersonal pada Keluarga Broken Home

 Bagaimana mengembangkan komunikasi interpersonal pada keluarga broken home?

Kasus keluarga broken home, dewasa ini sudah menjadi fenomena umum yang sering dibicarakan. Akan tetapi siapa sangka bahwa ternyata masih banyak masyarakat yang salah paham dengan istilah broken home sendiri. Kebanyakan masyarakat awam hanya menerjemahkan broken home sebagai istilah yang digunakan untuk menjuluki kasus perceraian. Mereka tidak mengetahui bahwa yang dimaksud dengan keluarga broken home bukanlah sebatas perceraian saja, akan tetapi lebih dari itu. Menurut Sofyan S. Willis (2013), yang dimaksud kasus keluarga pecah (Broken Home) dapat dilihat dari dua aspek: pertama, keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah  bercerai; kedua, orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga tidak utuh karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi.
Kegagalan keluarga dalam menjalin komunikasi dengan baik merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan keluarga menjadi broken home. Komunikasi interpersonal yang tidak lancar di antara anggota keluarga menjadikan tidak adanya keterbukaan dan rasa saling peduli satu sama lain. Akibatnya, keharmonisan dalam keluarga menjadi berkurang dan lama kelamaan akan hilang. Di situlah kemudian akan timbul prasangka-prasangka negatif dalam keluarga yang disertai dengan masalah-masalah yang semakin pelik. Lalu, komunikasi yang bagaimanakah yang dapat membantu keluarga broken home mendapatkan keharmonisannya kembali?
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki komunikasi dalam keluarga. Salah satunya yaitu dengan melakukan komunikasi interpersonal secara efektif. Dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri (1991:13) mengutip pendapat Joseph A. Devito mengenai ciri komunikasi interpersonal yang efektif, yaitu:

  • Keterbukaan (openness), Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi.
  • Empati (empathy), Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.
  • Dukungan (supportiveness), Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung. 
  • Rasa Positif (positiveness), Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
  • Kesetaraan (equality), Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. 
Melalui kelima aspek di atas (keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesetaraan), maka komunikasi interpersonal yang efektif akan diperoleh. Pada keluarga broken home, kelima aspek tersebut cenderung diabaikan sehingga terciptalah masalah-masalah baru. Oleh karena itu, untuk menanganinya keluarga broken home harus menumbuhkan kembali kelima aspek di atas. Di mana seluruh anggota keluarga harus terbuka antara satu sama lain dalam hal apapun. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting guna mendidik anak-anaknya agar memiliki sifat ekstrovert kepada kedua orang tuanya. Selain itu, rasa empati dan saling peduli, saling mendukung, berpositive thinking, serta menyetarakan atau membuat semua anggota keluarga merasa diperlakukan secara adil, juga sangat dibutuhkan dalam memperbaiki komunikasi di keluarga broken home.
Apabila konflik yang terjadi pada keluarga broken home sudah memanas sehingga komunikasi efektif sulit dilakukan, maka keluarga tersebut membutuhkan orang lain yang berilmu sebagai penengah. Dalam hal ini, keluarga broken home dapat menghubungi seorang psikolog atau konselor keluarga untuk melakukan konseling keluarga. Konseling Keluarga sendiri merupakan suatu upaya yang secara signifikan dapat membantu anggota keluarga dalam memecahkan masalah komunikasi di dalam sistem keluarga. Pada cara ini, konselor keluarga memimpin diskusi keluarga untuk menemukan solusi terbaik atas masalah yang dialami keluarga tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Sofyan S. Willis, beliau menjelaskan bahwa peranan konselor keluarga dalam konseling keluarga ialah mengatur alur atau lalu lintas pembicaraan agar mencapai tujuan. Adapun tujuan tersebut yaitu: Pertama, komunikasi antar keluarga kembali lancar, konflik dan sikap bermusuhan telah sirna. Kedua, jika ada seorang anggota keluarga bermasalah yang mengganggu seluruh sistem keluarga, maka individu yang bermasalah tersebut kembali normal yaitu mampu beradaptasi dalam keluarga, dan sistem keluarga kembali normal. Dengan demikian, konseling keluarga dapat dijadikan sebagai sarana efektif untuk memperbaiki komunikasi pada keluarga broken home



 Diah Fatimatuzzahra (15010115140206) | Fakultas Psikologi | Universitas Diponegoro
 *Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial (2015)
 

Pedofil Masih Jadi Ancaman

Bongkar Loly Candy, Nasib Anak Masih Terancam


Dari tahun ke tahun, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur kian merajalela. Baru-baru ini, kepolisian berhasil mengungkap jaringan pornografi anak di bawah umur yang diduga kelompok pedofil di sebuah grup Facebook dengan akun “Loly Candy 18+” pada Rabu (15/3). Jumlah anggota grup mencapai 7.479 orang yang berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Para anggota saling berbagi dan mengunggah foto serta video yang mengandung unsur pornografi anak. Selain itu, terungkap pula bahwa beberapa anggota di grup tersebut juga mengunggah video dirinya sendiri saat melakukan kekerasan seksual terhadap anak yang ia jadikan korban. 

Menanggapi kasus tersebut, Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Nailul Fauziah, mengungkapkan bahwa secara umum anggota dari grup Loly Candy’s 18+ dapat dikategorikan sebagai kelompok pedofil. “Kalau orang normal lalu diperlihatkan video-video seperti itu kan malah jijik ya. Tapi kalau kemudian dia punya kecenderungan itu, terus dia menikmatinya kan berarti sudah nggak normal lagi. Jadi kalau itu dianggap kelompok pedofil, ya saya setuju kalau itu kelompok pedofil. Karena kan pedofil itu bisa menular walaupun hanya dengan interaksi sosial lewat medsos,” ungkap Nailul. Ia juga menambahkan bahwa para penderita pedofilia biasanya adalah orang-orang yang secara fisik memiliki kekurangan. Hal itu membuatnya rendah diri dan kesulitan mendapatkan pasangan.  Akhirnya, ia memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. 

Sebenarnya motif pelaku pelecehan seksual di grup Loly Candy’s 18+ bukan hanya untuk kepuasan seksual. Jumlah anggota grub yang mencapai ribuan orang tentu sangat memungkinkan adanya perbedaan motif yang dimiliki masing-masing anggota. Menurut Nailul, motif pelaku pelecehan seksual pada grub Loly Candy’s 18+ dapat beraneka ragam. Entah untuk kepuasan seksual, eksploitasi ekonomi melalui penculikan, bahkan sampai pada keinginan untuk merusak moral anak bangsa. Tindakan perusakan moral inilah yang saat ini menjadi ancaman terbesar bagi generasi penerus bangsa.

Sejauh ini, pedofilia masih tergolong sebagai salah satu gangguan psikologis yang sulit untuk disembuhkan. Bahkan ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa pedofilia tidak bisa disembuhkan. Namun, setidaknya ada beberapa upaya yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah melalui pendekatan psikoanalisis, yaitu dengan melakukan hipnosis untuk mengungkap trauma-trauma di masa lalu. Selain itu, upaya penyembuhan juga dapat dilakukan dengan terapi psikologis. Ada banyak terapi psikologis yang dapat diupayakan untuk menyembuhkan penderita pedofilia. Dua di antaranya yaitu terapi spiritualitas dan terapi perilaku. Akan tetapi, apabila kemungkinan penyembuhan terlalu kecil, maka dapat diberlakukan sanksi yang lebih tegas bagi para pedofil.

Hukuman pidata mati adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk meminimalisir jumlah pedofil. Hal tersebut disampaikan oleh Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Sosial, Endang Sri Indrawati. Menurutnya, hukuman pidana mati adalah pilihan terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari ancaman pedofil. “Anak di bawah umur itukan belum bisa berbuat apa-apa. Dia hanya dipaksa dan tidak punya kemampuan untuk melawan. Dan anak-anak yang jadi korban pun kemungkinan besar akan tertular. Jadi, menurut saya hukuman mati adalah cara terbaik untuk mengurangi pelaku pedofilia,” ujarnya saat ditemui reporter Psikojur di ruangannya, Senin (17/4).

Menyikapi kasus di atas, hendaknya orang tua dapat lebih waspada dan selalu memantau anak-anaknya setiap saat. Menurut Nailul Fauziah, ada beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua untuk melindungi anaknya dari bahaya pedofil. Di antaranya yaitu dengan meningkatkan komunikasi antara orang tua dengan anak, misalnya dengan mengajari anak untuk lebih terbuka kepada orang tua, pemberian seks edukasi sejak dini, serta memberlakukan underwear rule. Underwear rule adalah sebuah panduan sederhana untuk membantu orang tua menjelaskan kepada anak-anaknya tentang orang lain yang tidak boleh menyentuh bagian tubuh mereka yang ditutup pakaian dalam, serta bagaimana anak harus bereaksi untuk mencari bantuan apabila hal yang tidak diinginkan terjadi. (Zahra / Psikojur)



*ditulis guna memenuhi tugas liputan LPM Psiko Jurnalistik 
(Buletin Komed Pos edisi XXII/April/2017)
 

Tidak Bisa Tidur

Sedari pagi, hingga pukul 22.30 tadi, saya baru bisa berdiam diri. Hari ini memang sesuatu sekali. Ditambah besok pagi2 sekali harus sudah siap berangkat lagi. Hmm..
Tapi bukan itu yg ingin saya utarakan. Sebenarnya saya cuma mau bilang, “Saya rindu seseorang.” Ya, saya mendadak rindu padanya. Ia; yg saya rindukan, adalah seorang lelaki yang tak bisa saya sentuh dengan jemari saya sendiri. Ia sosok berharga yg pernah saya miliki. Saya pernah berjanji untuk selalu membuatnya bahagia. Ia pun sama. Tapi bedanya, saya baru bisa membahagiakannya lewat lisan saja, sedangkan dia selalu membuktikannya dg tindakan. Ia memang begitu istimewa. Dan sekarang saya merindukannya.

Satu hal yang membuat saya rindu adalah ketika kita bisa ngobrol, berbincang2 membahas segala hal yg ada di sekitar kita, sambil makan singkong goreng bikinannya, berdua saja. Biasanya kita membahas berita2 yg sedang hangat2nya. Kadang kita berdiskusi, kadang pula saya cuma manggut2 dan banyak tanya karena nggak terlalu aware dg beritanya. Tak jarang pula dia cerita tentang masa depan. “Setelah ini mau lanjut kemana? Mau jadi apa?” begitu tanyanya. Lalu saya jawab begini, “Aku mau jadi dosen ajalah. Tapi nanti bikin2 buku jugaa.” “Oh, sudah nggak mau jadi kayak mbak Najwa Shihab lagi?” tanyanya lagi. “Jurnalis ya.. Aduh jadi bingung mau milih yg mana.. Kalo jadi dosen, nulis, sama jurnalis gitu jadi satu bisa nggak?” kata saya dengan muka polos. Ia pun tertawa sambil menepuk2 pundak saya. Itu perbincangan saya beberapa tahun silam. Sudah lumayan lama. Paling2 10 tahunan yang lalu. Dan anehnya masih saya rindukan hingga sekarang. Padahal kita sudah berpisah lama. Kira2 2 tahunan yg lalu, saat dia memutuskan untuk pergi. 


Well.. dia ini lelaki paling berharga di hidup saya. Dia mengajari saya banyak sekali pelajaran hidup. Salah satu pelajaran berharga yg selalu saya ingat hingga sekarang yaitu, pelajaran tentang cara kita memanusiakan manusia. Ia banyak mengajari saya tentang itu. Lewat perilakunya sehari2, juga nasihat2nya. Ia memang bukan orang yg ‘alim atau yg punya pengetahuan agama setinggi ustadz. Ia bukan pula sosok yg rajin sholat berjamaah ke masjid. Tapi bagi saya, ia begitu istimewa. Caranya memanusiakan manusialah yg membuat saya jatuh cinta. Manusia2 di sekelilingnya pun banyak yg jatuh hati padanya. Ia memang pandai sekali mencuri hati setiap insan di bumi Tuhan. Ia bahkan sering sekali membuat saya cemburu lantaran selalu menomorsatukan manusia2 di sekitarnya. 

Pernah suatu hari, saya baru pulang dari rantauan. Saat itu saya sangat rindu menghabiskan waktu dgnya. Saya pun mengajaknya jalan2 keliling kota. Kami menghabiskan perjalanan itu dg begitu bahagia. Saat saya sedang asik bercerita, tiba2 ia memutar setir, menepikan mobil, lalu berhenti. Saya kaget. “Loh, kenapa berhenti? Ada yg mau dibeli?” Lalu dia bilang, “Ayo turun! Kita makan di sini!” Saya pun turun dan manggut2 saja. Tapi belum sempat melangkahkan kaki, saya terkejut lagi. Ternyata ia membawa pasukan. “Kenapa mereka di sini juga?” tanya saya kesal. “Iya dek, kami mau ngomongin pekerjaan. Gpp kan?” “Lah, kenapa di tempat makan? Kan bisa nanti di rumah,” protes saya kesal. Omongan saya pun tak dihiraukan. Mereka jadi keasikan ngobrolin dunianya, sedangkan saya cuma diam, serasa makan sendirian. Ia memang sering begitu. Selalu ada waktu untuk berkumpul dan membahagiakan orang-orang kepercayaannya. Sedangkan saya, selalu ia nomor duakan. Hal2 seperti itulah yg membuat saya cemburu. Menurut saya, ia terlalu sibuk membahagiakan orang lain, dari pada keluarganya sendiri. Tapi itu dulu. Sebelum saya tahu makna yg tersirat di dalamnya. 

Kau tahu, apa yg berhasil ia dapatkan dari tindakannya itu? Sudah 2 tahun lalu ia pergi, meninggalkan dunia. Dan sampai sekarang, orang2 kepercayaannya tetap setia mendampingi keluarga yg ditinggalkannya. Ya, mereka yg dulu sempat saya cemburui, kini menjadi orang2 yg sangat peduli pada keluarga saya. Mereka adalah orang pertama yg selalu ada, selalu hadir tanpa diminta. Selalu meluangkan waktu untuk melakukan pekerjaan2 yg keluarga saya tidak mampu untuk melakukannya. Ia selalu ada. Untuk saya dan keluarga. Sudah 2 tahun lamanya sosok lelaki pencuri hati itu pergi. Tapi tangan kanan - tangan kanannya masih sangat setia mengorbankan peluhnya untuk keluarga saya. Pagi hingga petang, petang hingga malam, tak kenal lelah mereka bekerja. Untuk keluarganya, jg untuk keluarga saya. Ya, mereka menjadi sebab kebaikan bagi keluarga saya. 

Dan kini saya menyesal, mengapa dulu saya sempat cemburu. Mengapa dulu saya tidak melihat makna positif dari apa yg diperlihatkan lelaki yg kerap saya panggil ayah itu. Dulu saya terlalu cemburu karena saya merasa dinomorduakan. Saya merasa cemburu lantaran setiap kali saya pulang dari ma'had, saya hanya bisa memandangi rutinitas ayah yg terlalu sibuk dg mereka; yg kini sangat saya damba. Ya, saya sangat menyesal, pernah menjadi se-childish itu. Tapi kini, saya sangat memahami makna dibalik sikap ayah. Ternyata ia ingin mendidik saya. Dan sekarang ia berhasil. Ia berhasil mengajari saya tentang bermacam2 pelajaran hidup. Bukan hanya tentang cara memanusiakan manusia, tapi lebih dari itu. Banyak sekali. Banyak sekali. Dan kini saya sangat merindukannya. Rindu menggebu, yg entah dg cara apa bisa terluapkan. Mungkin akan abadi, hingga kelak, bila waktunya kami dipertemukan. 

Seandainya, malam ini saya dipertemukan dalam mimpi, saya cuma mau bilang satu hal. Satu hal saja. Saya cuma mau bilang,
“Ayah, terimakasih!”
Sudah, itu saja. Sepertinya sudah kepanjangan. Terimakasih sudah mendengarkan. Selamat malam. :) 


Semarang, 15 April 2017 | ©DFZ

Bukan Cerita Pendek


“Bu, aku ingin bercerita,”


Gadis cantik yang mulai beranjak remaja itu akhirnya mau bersuara.

Seperti biasa, setiap sore, di taman belakang rumah, aku selalu menyempatkan diri untuk beralih peran menjadi teman curhat bagi putri semata wayangku.

Tapi tidak seperti biasanya, kali ini ia harus dipancing dulu agar mau bicara terus terang. Ia seperti ingin sekali bercerita, tapi malu-malu untuk mengungkapkan. Biasa, masalah krusial ABG. Apa lagi kalau bukan …

“E hee.. emm….  tidak jadi ding bu, hehe”

“Hmm.. Kamu tahu nak? Dulu waktu ibu muda.. …”

“Waktu ibu muda? Gimana gimana bu?”

(Dia mulai terpancing). Aku pun melanjutkan ceritaku.

“Dulu waktu ibu muda, ibu pernah tertarik sama seseorang. Orangnya baik. Pinter. Sholeh. Paling aktif gitu di sekolah.Tapi sayang ibu beda sekolah sama dia. Hehe.. hmm”

“Lalu bu? Dia juga menyukai ibu?”

“Sayangnya nggak nak,”

“Yahhh…”

“Menurut ibu, dia terlalu baik. Ibu merasa nggak pantas. Akhirnya ibu cuma bisa mengagumi dia diam-diam. Bulan demi bulan, sampai berganti tahun. Kita nggak pernah ngobrol. Bertemu saja jarang. Tapi entah kenapa ibu semakin jatuh hati padanya,”

“Kok bisa bu?”

“Ibu jatuh hati dengan kepribadiannya. Dengan kecerdasannya, juga aktivitas-aktivitas yang ia lakukan. Sayangnya, ibu cuma bisa mengaguminya diam-diam,”

“Lalu bu? Ibu tidak mengusahakan sesuatu?”

“Berusaha dong!”

“Wah.. gimana gimana bu?”

“Ibu berusaha untuk menjadi lebih baik setiap waktu. Ibu berusaha untuk selalu mendoakan kebaikan untuk dia. Agar dia selalu sehat, juga dilancarkan urusannya. Ibu pun berusaha, minta sama Tuhan agar suatu saat, ibu disandingkan dengan seseorang yang perangainya seperti dia,”

“Seperti bu?”

“Iya, karena waktu itu ibu menyadari bahwa ibu bukan siapa-siapa. Ibu berpikir, kalaupun ibu berusaha keras jadi lebih baik, ibu nggak akan bisa menyamainya. Tapi itu menjadi motivasi tersendiri buat ibu untuk terus berusaha menjadi lebih baik,”

“Lalu, sampai kapan ibu memendam rasa?”

“Sampai kapan ya.. sampai ibu bosan.. hahaa”

“Hm ibu.. ibu punya penggantinya?”

“Melupakan dia itu sesuatu yang sangat sulit untuk ibu lakukan. Apa lagi mencari penggantinya. Hmm.. Dulu banyak sekali teman-teman ibu yang ibu tolak, karena ibu cuma jatuh hati sama dia,”

“Wah wah sampai segitunya bu? Uhh..”

Putriku mulai manyun. Rupanya rasa penasarannya di awal perbincangan sudah beralih jadi bara kecemburuan. Sambil menahan tawa, aku pun melanjutkan cerita.

“Tapi lama-lama ibu jadi jenuh sendiri. Ibu hampir putus asa. Dan akhirnya ibu mulai berusaha melupakannya,”

“Hmm..” Responnya cuma ‘hmm’ saja. Tapi lirikannya sudah seperti orang yang kepo tingkat dewa. Putriku ini memang menggemaskan.

“Sampai suatu ketika, hal yang tak disangka-sangka pun terjadi,”

“Kenapa bu? dia mengajak ibu bertemu?”

“Enggak. Dia cuma menyapa ibu. Untuk pertama kalinya, setelah ibu mulai berusaha melupakannya. Kita mulai sering mengobrolkan suatu hal. Tentang sebuah program kerja yang harus kita kerjakan bersama. Tapi ibu berusaha untuk biasa saja. Toh memang tidak ada apa-apa,”

“Hmm.. Tapi ibu jadi makin suka?”

“Iya, ibu makin suka dengan tutur katanya. Dia sungguh bijaksana. Tapi ibu tetap berusaha biasa saja,”

“Tapi dia tidak mengganggu ibu kan?”

“Alhamdulillahnya, iya nak. Dia sering mengganggu ibu,”

“Ibu…….” Putriku semakin kesal. Ia memang pecemburu.

“Iya, dia selalu mengganggu pikiran ibu,”

“Dia suka sama ibu?”

“Enggak. Dia cuma bilang, hmm..

Suatu hari dia datang ke tempat kerja ibu. Lalu mengajak ibu ke suatu tempat. Lalu dia bilang,”

“Bilang apa bu?”

“Dia bilang,

Dia sudah lama jatuh hati pada ibu. Tapi dia memilih diam, sembari menunggu segalanya siap. Dia juga khawatir, bila pada akhirnya ibu akan menolaknya. Karena baginya, ibu….”

“Ibu…… Lalu, kenapa ibu akhirnya sama ayah? Kenapa tidak sama lelaki itu saja?”  Uh, putriku makin menggemaskan.

“Tunggu dulu sayang.. ibu belum selesai bercerita..”

“Hmm.. lalu?”

“Lalu dia bilang,

‘will you marry me?’”

“Oh. Lalu ibu jawab apa? Ibu tidak bilang YES kan?”

“Nggak kok sayang.. ibu cuma bilang,”

“Bilang apa bu?”

“Ibu cuma bilang,

‘Izinkan saya beristikhoroh terlebih dahulu,”

“Uuhhh.. lalu jawabannya?”

“Jawaban yang mana?”

“Hasil istikhorohnya bu?”

“Hasilnya?”

“Iya bu..  huhuu”

“Hasilnya,

Hasilnya,

Hmmmm

Hasilnya,

sekarang kami hidup bahagia.

Dan kamu lah sumber bahagianya,”

“Maksud ibu.. .?”

“Iya nak. Itu cerita ibu dan ayah waktu muda dulu.

Sekarang, ayo ceritakan kisahmu!”

“Ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu,” Dia mendekat. Lalu memelukku erat,

sambil berbisik, “Ibu, aku terharu,”

“Jadi, siapa sosok yang berhasil mencuri hati putri ibu yang sukanya cemburuan ini?”

Akhirnya, ia pun bercerita. Panjang sekali, lebih panjang dari ceritaku tadi. Kini aku jadi lega, putriku menjadi sangat terbuka kepadaku. Tidak ada yang ia sembunyikan, termasuk siapa yang diam-diam mencuri hatinya. Iya, putriku kini telah berkenalan dengan cinta. Cinta-cintaan ala anak remaja. Tak apa. Itu wajar-wajar saja. Pun sudah menjadi tugas perkembangannya.

“Ibu harap, kamu bisa mengambil poin-poin positif dari apa yang telah ibu ceritakan ya nak!”

“Siap bu!”

“Hmm padahal.. …”

“Padahal apa bu?

Padahal ibu dan ayah ingin menjodohkanmu dengan …. Tapi tak apa, ini bukan zaman Siti Nur Baya,”

Kataku sebelum berlari ke dalam rumah. Kami kejar-kejaran. Lalu berpelukan.

 “Uhhh ibuuuuuuuuuu,”

 

Bukan Cerita Pendek | Smg, 9/5/17 | ©DFZ

Categories

Follow me on Facebook

Follow me on Tumblr

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Powered by Blogger.
Adsense Indonesia

About Author

Hamba Tuhan yang sedang belajar menulis.

Video of Day | Click on the link below to download the video!

Popular Posts