123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 lasantha.wam

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Friday, May 19, 2017

Pedofil Masih Jadi Ancaman

Bongkar Loly Candy, Nasib Anak Masih Terancam


Dari tahun ke tahun, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur kian merajalela. Baru-baru ini, kepolisian berhasil mengungkap jaringan pornografi anak di bawah umur yang diduga kelompok pedofil di sebuah grup Facebook dengan akun “Loly Candy 18+” pada Rabu (15/3). Jumlah anggota grup mencapai 7.479 orang yang berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Para anggota saling berbagi dan mengunggah foto serta video yang mengandung unsur pornografi anak. Selain itu, terungkap pula bahwa beberapa anggota di grup tersebut juga mengunggah video dirinya sendiri saat melakukan kekerasan seksual terhadap anak yang ia jadikan korban. 

Menanggapi kasus tersebut, Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Nailul Fauziah, mengungkapkan bahwa secara umum anggota dari grup Loly Candy’s 18+ dapat dikategorikan sebagai kelompok pedofil. “Kalau orang normal lalu diperlihatkan video-video seperti itu kan malah jijik ya. Tapi kalau kemudian dia punya kecenderungan itu, terus dia menikmatinya kan berarti sudah nggak normal lagi. Jadi kalau itu dianggap kelompok pedofil, ya saya setuju kalau itu kelompok pedofil. Karena kan pedofil itu bisa menular walaupun hanya dengan interaksi sosial lewat medsos,” ungkap Nailul. Ia juga menambahkan bahwa para penderita pedofilia biasanya adalah orang-orang yang secara fisik memiliki kekurangan. Hal itu membuatnya rendah diri dan kesulitan mendapatkan pasangan.  Akhirnya, ia memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. 

Sebenarnya motif pelaku pelecehan seksual di grup Loly Candy’s 18+ bukan hanya untuk kepuasan seksual. Jumlah anggota grub yang mencapai ribuan orang tentu sangat memungkinkan adanya perbedaan motif yang dimiliki masing-masing anggota. Menurut Nailul, motif pelaku pelecehan seksual pada grub Loly Candy’s 18+ dapat beraneka ragam. Entah untuk kepuasan seksual, eksploitasi ekonomi melalui penculikan, bahkan sampai pada keinginan untuk merusak moral anak bangsa. Tindakan perusakan moral inilah yang saat ini menjadi ancaman terbesar bagi generasi penerus bangsa.

Sejauh ini, pedofilia masih tergolong sebagai salah satu gangguan psikologis yang sulit untuk disembuhkan. Bahkan ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa pedofilia tidak bisa disembuhkan. Namun, setidaknya ada beberapa upaya yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah melalui pendekatan psikoanalisis, yaitu dengan melakukan hipnosis untuk mengungkap trauma-trauma di masa lalu. Selain itu, upaya penyembuhan juga dapat dilakukan dengan terapi psikologis. Ada banyak terapi psikologis yang dapat diupayakan untuk menyembuhkan penderita pedofilia. Dua di antaranya yaitu terapi spiritualitas dan terapi perilaku. Akan tetapi, apabila kemungkinan penyembuhan terlalu kecil, maka dapat diberlakukan sanksi yang lebih tegas bagi para pedofil.

Hukuman pidata mati adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk meminimalisir jumlah pedofil. Hal tersebut disampaikan oleh Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Sosial, Endang Sri Indrawati. Menurutnya, hukuman pidana mati adalah pilihan terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari ancaman pedofil. “Anak di bawah umur itukan belum bisa berbuat apa-apa. Dia hanya dipaksa dan tidak punya kemampuan untuk melawan. Dan anak-anak yang jadi korban pun kemungkinan besar akan tertular. Jadi, menurut saya hukuman mati adalah cara terbaik untuk mengurangi pelaku pedofilia,” ujarnya saat ditemui reporter Psikojur di ruangannya, Senin (17/4).

Menyikapi kasus di atas, hendaknya orang tua dapat lebih waspada dan selalu memantau anak-anaknya setiap saat. Menurut Nailul Fauziah, ada beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua untuk melindungi anaknya dari bahaya pedofil. Di antaranya yaitu dengan meningkatkan komunikasi antara orang tua dengan anak, misalnya dengan mengajari anak untuk lebih terbuka kepada orang tua, pemberian seks edukasi sejak dini, serta memberlakukan underwear rule. Underwear rule adalah sebuah panduan sederhana untuk membantu orang tua menjelaskan kepada anak-anaknya tentang orang lain yang tidak boleh menyentuh bagian tubuh mereka yang ditutup pakaian dalam, serta bagaimana anak harus bereaksi untuk mencari bantuan apabila hal yang tidak diinginkan terjadi. (Zahra / Psikojur)



*ditulis guna memenuhi tugas liputan LPM Psiko Jurnalistik 
(Buletin Komed Pos edisi XXII/April/2017)
 

0 comments:

Post a Comment

Categories

Follow me on Facebook

Follow me on Tumblr

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Powered by Blogger.
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();
Adsense Indonesia

About Author

Hamba Tuhan yang sedang belajar menulis.

Video of Day | Click on the link below to download the video!

Popular Posts