123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 lasantha.wam

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Friday, May 19, 2017

Komunikasi Interpersonal pada Keluarga Broken Home

 Bagaimana mengembangkan komunikasi interpersonal pada keluarga broken home?

Kasus keluarga broken home, dewasa ini sudah menjadi fenomena umum yang sering dibicarakan. Akan tetapi siapa sangka bahwa ternyata masih banyak masyarakat yang salah paham dengan istilah broken home sendiri. Kebanyakan masyarakat awam hanya menerjemahkan broken home sebagai istilah yang digunakan untuk menjuluki kasus perceraian. Mereka tidak mengetahui bahwa yang dimaksud dengan keluarga broken home bukanlah sebatas perceraian saja, akan tetapi lebih dari itu. Menurut Sofyan S. Willis (2013), yang dimaksud kasus keluarga pecah (Broken Home) dapat dilihat dari dua aspek: pertama, keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah  bercerai; kedua, orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga tidak utuh karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi.
Kegagalan keluarga dalam menjalin komunikasi dengan baik merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan keluarga menjadi broken home. Komunikasi interpersonal yang tidak lancar di antara anggota keluarga menjadikan tidak adanya keterbukaan dan rasa saling peduli satu sama lain. Akibatnya, keharmonisan dalam keluarga menjadi berkurang dan lama kelamaan akan hilang. Di situlah kemudian akan timbul prasangka-prasangka negatif dalam keluarga yang disertai dengan masalah-masalah yang semakin pelik. Lalu, komunikasi yang bagaimanakah yang dapat membantu keluarga broken home mendapatkan keharmonisannya kembali?
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki komunikasi dalam keluarga. Salah satunya yaitu dengan melakukan komunikasi interpersonal secara efektif. Dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri (1991:13) mengutip pendapat Joseph A. Devito mengenai ciri komunikasi interpersonal yang efektif, yaitu:

  • Keterbukaan (openness), Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi.
  • Empati (empathy), Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.
  • Dukungan (supportiveness), Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung. 
  • Rasa Positif (positiveness), Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
  • Kesetaraan (equality), Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. 
Melalui kelima aspek di atas (keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesetaraan), maka komunikasi interpersonal yang efektif akan diperoleh. Pada keluarga broken home, kelima aspek tersebut cenderung diabaikan sehingga terciptalah masalah-masalah baru. Oleh karena itu, untuk menanganinya keluarga broken home harus menumbuhkan kembali kelima aspek di atas. Di mana seluruh anggota keluarga harus terbuka antara satu sama lain dalam hal apapun. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting guna mendidik anak-anaknya agar memiliki sifat ekstrovert kepada kedua orang tuanya. Selain itu, rasa empati dan saling peduli, saling mendukung, berpositive thinking, serta menyetarakan atau membuat semua anggota keluarga merasa diperlakukan secara adil, juga sangat dibutuhkan dalam memperbaiki komunikasi di keluarga broken home.
Apabila konflik yang terjadi pada keluarga broken home sudah memanas sehingga komunikasi efektif sulit dilakukan, maka keluarga tersebut membutuhkan orang lain yang berilmu sebagai penengah. Dalam hal ini, keluarga broken home dapat menghubungi seorang psikolog atau konselor keluarga untuk melakukan konseling keluarga. Konseling Keluarga sendiri merupakan suatu upaya yang secara signifikan dapat membantu anggota keluarga dalam memecahkan masalah komunikasi di dalam sistem keluarga. Pada cara ini, konselor keluarga memimpin diskusi keluarga untuk menemukan solusi terbaik atas masalah yang dialami keluarga tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Sofyan S. Willis, beliau menjelaskan bahwa peranan konselor keluarga dalam konseling keluarga ialah mengatur alur atau lalu lintas pembicaraan agar mencapai tujuan. Adapun tujuan tersebut yaitu: Pertama, komunikasi antar keluarga kembali lancar, konflik dan sikap bermusuhan telah sirna. Kedua, jika ada seorang anggota keluarga bermasalah yang mengganggu seluruh sistem keluarga, maka individu yang bermasalah tersebut kembali normal yaitu mampu beradaptasi dalam keluarga, dan sistem keluarga kembali normal. Dengan demikian, konseling keluarga dapat dijadikan sebagai sarana efektif untuk memperbaiki komunikasi pada keluarga broken home



 Diah Fatimatuzzahra (15010115140206) | Fakultas Psikologi | Universitas Diponegoro
 *Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial (2015)
 

0 comments:

Post a Comment

Categories

Follow me on Facebook

Follow me on Tumblr

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Powered by Blogger.
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();
Adsense Indonesia

About Author

Hamba Tuhan yang sedang belajar menulis.

Video of Day | Click on the link below to download the video!

Popular Posts