123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 lasantha.wam

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Showing posts with label psychology. Show all posts
Showing posts with label psychology. Show all posts

Saturday, April 7, 2018

Gangguan Mental dan Solusi untuk Indonesia


Oleh : Diah Fatimatuzzahra

”Masa lalu? Dibuang sayang. Ditimbun jadi beban pikiran. Lalu mau kau apakan?”



Sekitar sembilan juta penduduk Indonesia mengalami depresi. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Spesialihs Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), Eka Viora dalam konferensi pers perayaan hari kesehatan dunia pada Kamis (18/5/2017) lalu. Sementara itu, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas 2013), angka prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 14 juta orang untuk usia 15 tahun ke atas. Kedua data tersebut menunjukkan bahwa penderita gangguan mental di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya.

Banyaknya penderita depresi yang terus meningkat ini dapat dilihat dari banyak kasus yang menimpa beberapa pemuda belakang ini. Dilansir dari Merdeka.com, seorang mahasiswa berinisial M nekat menghabisi nyawanya karena putus cinta. Kejadian serupa juga menimpa seorang wanita muda berinisial S (18) yang tewas setelah terjun dari lantai 38, Tower Tiffany, Apartemen Kemang Village, Jakarta Selatan. Berdasarkan keterangan dari saksi, sebelum bunuh diri korban terlihat depresi karena diputuskan oleh pacarnya. Kedua kasus tersebut adalah contoh nyata bahwa penduduk Indonesia, terutama yang berada pada usia dewasa awal, sedang mengalami krisis kesehatan mental.

Sebagai gambaran, saya ingin sedikit bercerita tentang seorang teman laki-laki yang beberapa waktu lalu mengeluh tidak bisa hidup secara normal setelah ditinggal kekasihnya. Inisialnya S. Seorang mahasiswa tingkat akhir yang mengaku memiliki teman imajiner setelah berpisah dari pacarnya. Menurut pengakuannya, setelah ia berpisah dari pacarnya, hidupnya menjadi berbeda 180 derajat dari sebelumnya. Hari-harinya dipenuhi dengan kesedihan dan keinginan untuk kembali dengan mantan kekasihnya tersebut. Ia merasa tidak bisa terima dihianati dan diputuskan begitu saja. Karena menurutnya, cintanya terhadap sang mantan kekasih begitu tulus.

Kondisi tersebut kemudian membuatnya menjadi sosok penyendiri. Ia jarang keluar rumah. Sebagian besar waktunya hanya dihabiskan untuk tidur dan berdiam diri di kamar. Di tambah lagi pada saat itu kondisi fisiknya sedang melemah karena suatu penyakit yang menyerangnya beberapa bulan setelah mantan kekasihnya pergi. Ia merasa bahwa dirinya tidak memiliki seorang pun yang mau mengerti keinginannya. Egonya selalu menginginkan kekasihnya kembali, namun orang-orang di sekelilingnya tidak menyetujui. Ia menjadi semakin kesal dan muak dengan hidup yang ia jalani.

Keadaan itu terus berlanjut hingga suatu ketika ia dibuat risau oleh suara-suara aneh yang bersaut-sautan di kedua telinganya. Ia pun sempat menduga bahwa suara tersebut adalah suara makluk gaib yang sedang mengganggunya. Namun tak lama dari itu, keanehan lain terjadi. Suara itu mewujudkan diri menjadi ruh yang penampakan fisiknya begitu mirip dengannya. Pada awalnya ia sempat ketakutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ketakutan tersebut hilang dan berganti dengan kebahagiaan. Ia mengaku merasa bahagia memiliki sosok ruh yang ia anggap sebagai teman imajiner. Sebab menurutnya, teman imajinernya lah satu-satunya sosok yang mau mengerti keadaan dan keinginan dirinya, yakni mendukung S merebut cinta mantan kekasihnya lagi. S pun semakin senang saat teman imajinernya tersebut selalu memberikan masukan atau semacam trik untuk mendekati mantannya kembali. Namun sayang, berbulan-bulan lamanya usaha S tidak membuahkan hasil. Singkat cerita, S kehilangan teman imajinernya setelah hatinya mulai bisa menerima keputusan mantan kekasihnya tersebut.

Dari kisah di atas, adakah pelajaran yang dapat diambil? Sebenarnya pada tulisan saya kali ini, saya ingin berbicara tentang traumata. Apakah traumata itu? Traumata adalah hasil dari represi. Repesi sendiri dapat diartikan sebagai upaya seseorang untuk mengingkari peristiwa yang menyakitkan dan menganggap peristiwa tersebut bukan bagian dari hidupnya. Sederhananya, represi adalah penolakan terhadap masa lalu yang menyakitkan. Dari proses represi inilah kemudian traumata tercipta. Dan banyak sedikitnya traumata yang dimiliki seseorang, bergantung pada seberapa banyak kejadian atau peristiwa dalam hidupnya yang ia represi.

Traumata adalah sesuatu yang hidup di dalam sistem tidak sadar seseorang, di mana bila dibiarkan terus menerus, maka semakin lama akan semakin membesar. Traumata ini ibarat penyakit yang menuntut untuk diobati. Dalam pandangan psikoanalisis, traumata dapat disembuhkan dengan cara melepaskannya dari dalam jiwa. Melepaskan yang saya maksud adalah penerimaan. Jadi, setiap orang yang memiliki traumata akan sembuh bila ia mampu menerima traumata tersebut dan bukan malah mengingkarinya.

Bila dikembalikan pada kasus yang saya bahas sebelumnya, sejatinya yang menyebabkan S menjadi depresi dan memunculkan sosok teman imajiner adalah karena ia memiliki traumata yang tidak kunjung dilepaskan. Ia memiliki kejadian yang direpresi oleh jiwanya, yakni tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya telah dikhianati oleh pacarnya. Hingga akhirnya traumata di dalam jiwanya berulah. Menjadikan dirinya sebagai sosok yang tidak tahu arah. Kemudian sistem tidak sadarnya terdorong untuk menciptakan sosok semacam teman imajiner yang bisa mengerti semua keinginannya. S tidak pernah menduga sebelumnya bahwa ternyata teman imajinernya tersebut tidak lain adalah manifestasi dari jiwanya yang berontak ingin dimengerti namun tiada yang mengerti.

Hingga suatu ketika kondisinya mulai membaik, yakni pada saat ia mulai menyadari bahwa keinginannya untuk kembali dengan mantan kekasih telah mengacaukan semua cita-citanya. Pada saat itu, ia bertemu dengan beberapa orang yang mampu membuatnya sedikit demi sedikit menerima kenyataan pahit dalam hidupnya tersebut. Beberapa orang yang ia sebut guru atau ustadz mampu membuatnya sadar bahwa ia tidak seharusnya menolak kejadian-kejadian pahit dalam hidupnya. Dan pada akhirnya, ia dapat menghilangkan sosok halusinasinya tersebut setelah ia mampu menerima dan mengikhlaskan penghianatan mantan kekasihnya. Setelah kejadian tersebut, S menjadi pribadi yang semakin baik. Menurutnya, penerimaan dan pertemuannya dengan orang-orang baik yang ia sebut guru atau ustadz itulah yang membuatnya sedikit demi sedikit dapat bangkit dari keterpurukan.

Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab depresi yang paling sering dialami oleh sebagian besar orang adalah adanya traumata di dalam sistem tidak sadar seseorang yang dibiarkan terus membesar. Maka dari itu, melalui tulisan ini saya bermaksud mengajak para pembaca untuk turut membantu mengurangi permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia. Yakni dengan menjaga kesehatan mental diri sendiri dan peduli dengan orang-orang terdekat. Bagaimana caranya? Mulailah dengan dua langkah sederhana.

Pertama adalah dengan mengenali diri sendiri, yang dalam hal ini yakni menyadari traumata (hal-hal menyakitkan yang mengusik ketentraman atau ingin dihilangkan dari hidup, red) yang ada dalam diri sendiri. Mengapa? Sebab saya percaya bahwa setiap orang pasti pernah memiliki traumata, meski tidak sampai membuat stres berat. Namun ketidaktahuan akan keberadaan traumata itulah yang perlu diwaspadai. Sebab tanpa disadari, traumata dapat kian membesar dan memanifestasi menjadi penyakit mental, seperti stres berat atau depresi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari ada tidaknya traumata di dalam diri. Apabila kita sudah menyadari traumata yang bersemayam dalam diri, maka yang harus dilakuakan adalah mencoba menerima traumata tersebut. Sedikit demi sedikit, sugestkan diri Anda bahwa Anda mampu menerima peristiwa pahit yang sekian lama Anda ingkari tersebut. Sebab setiap traumata yang ada dalam diri seseorang akan sembuh setelah orang tersebut berhasil menerimanya. Dan sebaliknya, setiap traumata akan semakin berbahaya bila terus-terusan diingkari atau dijauhi.

Kemudian yang kedua yakni dengan membiasakan diri untuk mencurahkan isi hati kepada orang yang dipercaya (curhat). Sering-seringlah mencurahkan perasaan atau masalah yang Anda hadapi dengan keluarga, teman, atau orang yang Anda percaya. Sebab curhat memiliki banyak manfaat bagi kesehatan jiwa, seperti melegakan, menenangkan, serta meringankan beban pikiran atau perasaan. Dengan demikian, jiwa akan terhindar dari hal-hal yang membuat tertekan.

Kedua cara di atas adalah bentuk dari upaya penjagaan kesehatan mental diri sendiri. Dan apabila artikel ini bermanfaat, silakan bagikan ilmunya kepada orang-orang terdekat. Mulaikah peduli dengan kesehatan mental diri sendiri dan orang-orang yang Anda sayangi. Karena dengan begitu, Anda telah membantu Indonesia untuk mengurangi permasalahan psikis yang beberapa tahun belakangan mengalami peningkatan.
*Ditulis sebagai tugas kelas artikel hari ke-2

Sunday, March 4, 2018

Salah Ambil Jurusan, Salah Siapa?



Oleh : Diah Fatimatuzzahra
Dimuat di Tribun Jateng Edisi 1 Maret 2018

Dari waktu ke waktu, jasa konsultasi psikologi di area kampus selalu dipenuhi dengan mahasiswa yang mengeluh salah jurusan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan direktur Talents Mapping dalam Konferensi Pers Indonesia Resources Forum (HRF) pada Rabu (27/8/2017) yang menyatakan bahwa sebanyak 87% mahasiswa Indonesia salah mengambil jurusan. Fenomena salah jurusan ini memang bukan fenomena baru, namun sudah ada sejak beberapa dekade lalu.

Sebagian besar mahasiswa yang mengaku salah jurusan tersebut mengungkapkan bahwa jurusan yang ia pilih bukanlah murni dari keinginan pribadinya, melainkan keinginan orang tuanya. Peran orang tua sebagai pengarah sekaligus sosok yang menurut norma sosial harus dipatuhi inilah yang membuat mahasiswa-mahasiswa salah jurusan tersebut mau tidak mau harus menuruti keinginan orang tuanya. Nyatanya, keputusan menyangkut masa depan para penerus bangsa memang masih didominasi oleh keinginan orang tua.

Meski demikian, ada pula yang mengaku bahwa saat menentukan jurusan, mereka terinspirasi orang-orang di sekitarnya yang terlihat sukses dengan karirnya. Kemudian muncul keinginan untuk menjadi seperti inspiratornya tersebut, tanpa mendalami lebih lanjut tentang bagaimana dan kemampuan apa saja yang harus dikuasai bila mengambil jurusan serupa. Dan setelah mereka terjun ke bangku perkuliahan, mereka baru menyadari bahwa ternyata jurusan yang digelutinya tidak sesuai dengan ekspektasi.

Kesalahan dalam pemilihan jurusan ini kemudian berimbas pada rendahnya semangat mahasiswa dalam menjalani proses pembelajaran. Akibatnya, nilai akademik mereka menjadi rendah. Beberapa penelitian pun menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi prestasi akademik, dan salah satunya adalah jurusan sekolah/kuliah (Garkaz, Banimahd, & Esmaeili, 2011).

Dari segi psikologis sendiri, hal ini berhubungan dengan rendahnya motivasi berprestasi mahasiswa yang dalam hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan mereka dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar yang baru. Baik menyesuaikan diri secara kognisi, afeksi, ataupun psikomotorik. Apabila mahasiswa yang bersangkutan tidak bisa bertahan atau mencari jalan keluar, maka ia akan mengalami stres akademik. Setelah itu, timbul perasaan-perasaan semacam ancaman dan ketakutan. Ketakutan akan ketidakmampuan menyelesaikan studi tepat waktu, ketakutan akan persaingan di dunia luar, hingga ketakutan pada saat mencari lapangan pekerjaan.

Tidak bisa dimungkiri, fakta lain juga menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum berhasil menemukan pekerjaan yang tepat, di mana hal ini merupakan salah satu imbas dari fenomena salah jurusan. Seseorang akan mencari pekerjaan sesuai dengan ilmu yang selama ini dipelajarinya, bukan? Seorang mahasiswa Teknik Kimia tentu akan mencari pekerjaan di bidang kimiawi, seorang mahasiswa Psikologi tentu akan melamar kerja menjadi HRD atau konselor, dan bukan bekerja di bidang obat-obatan. Meski begitu, ternyata banyak sekali para pekerja yang mengaku tidak nyaman dengan pekerjaan yang saat ini digelutinya. Bukan karena tidak sesuai dengan bidang ilmunya saat kuliah, namun ada hal lain yang diam-diam menyakiti jiwanya. Mereka seolah bekerja di tempat itu namun jiwanya tidak hadir di situ. Lalu, apa yang membuat masalah ini sedemikian pelik? Siapa yang salah? Apa yang perlu diperbaiki?

Ternyata jawaban dari semua permasalahan ini cukuplah sederhana. Mereka yang merasa salah jurusan atau salah pekerjaan adalah mereka yang belum cukup mahir mengenali siapa dirinya. Bukankah pekerjaan paling menyenangkan adalah pekerjaan yang sesuai dengan pribadi kita? “Pribadimu, adalah profesimu.” Tiga kata penting yang menjadi kunci kesuksesan, namun kurang kita perhatikan.

Ada banyak orang gagal dalam menemukan jurusan atau pekerjaan, namun tidak sedikit pula yang sukses. Dan orang-orang sukses yang berhasil meraih mimpi-mimpinya adalah orang-orang yang berhasil mengajak hati, jiwa, dan raganya ikut melebur mewujudkan impiannya tersebut. Sebab pekerjaan yang tepat adalah pekerjaan yang mampu meningkatkan mutu hidup Anda. Pekerjaan yang tepat adalah pekerjaan yang sesuai dengan cara kerja yang Anda sukai serta menggambarkan siapa Anda. Dengan begitu, Anda akan mampu menggunakan kekuatan bawaan Anda dengan cara yang alami. Dan Anda tidak akan dipaksa untuk melakukan hal-hal yang sulit Anda lakukan.

Sebagaimana yang telah saya katakan sebelumnya, rahasia kepuasan karir adalah dengan mengerjakan hal yang paling Anda sukai. Hanya beberapa orang yang beruntung menemukan rahasia ini pada awal hidupnya, namun sebagian besar dari kita tidak berhasil menemukannya di waktu yang seharusnya. Kita terjebak di dalam sejenis pergulatan emosi antara ingin terjun pada dunia yang kita pikir atau orang lain pikir menarik dan harus kita lakukan, atau terjun ke dunia yang kita pikir ingin kita lakukan. Kita dihadapkan dengan dilema yang seperti itu bukan? Maka, cara terbijak untuk menjawab dilema itu adalah dengan berkonsentrasi pada passion yang ada dalam diri Anda. Berkonsentrasilah kepada siapa Anda dan hal lain yang lebih mudah Anda pahami. Kenali diri Anda, lebih dalam dan lebih dalam. Sebab kunci utama untuk bisa menaklukkan dunia adalah dengan mengenali diri sendiri. Anda bisa belajar dari Deddy Corbuzier tentang bagaimana ia bisa menjadi sukses di tengah deritanya sebagai penderita disleksia. Begitupun dengan para inspirator lain di sekitar Anda. Tanyakan kepada mereka apa kunci kesuksesan mereka. Maka jawaban mereka tidak lain adalah dengan mengenali diri sendiri, lebih dalam dan lebih dalam.

Di era modern ini, ada banyak cara untuk mengetahui kepribadian kita. Melalui tes kepribadian Myers Briggs Type Indicator (MBTI) dan Big Five Personality misalnya. Anda dapat mencobanya di situs online terpercaya.

Silakan mencoba! 

https://mbti.anthonykusuma.com/
https://www.16personalities.com/



*Ditulis guna memenuhi tugas kelas artikel hari pertama

Categories

Follow me on Facebook

Follow me on Tumblr

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Powered by Blogger.
Adsense Indonesia

About Author

Hamba Tuhan yang sedang belajar menulis.

Video of Day | Click on the link below to download the video!

Popular Posts