SELEPAS KAU PERGI @>--
بسم الله الرحم الرحيم - اللهم صلى على محمر و اله
Tertanggal 22 Maret 2015, pukul 23:51
Ayah, izinkan aku untuk sejenak bercerita. Aku ingin bercerita tentang petualanganku selama 4 bulan terakhir, tanpa dirimu. Aku ingin ayah tau segalanya yang telah putri kesayanganmu ini alami selepas kau tiada.
Ayah, saat ini.. ketika jemariku mengetik tombol demi tombol
milik si keyboard lusuh ini sebenarnya mataku tengah berkaca-kaca. Hatiku
seperti tersambar awan pekat tak berwarna. Apa kau tahu mengapa? Mengapa mataku berkaca-kaca? Mengapa hatiku meronta-ronta?
Ayah.. apa kau tahu itu?? semua ini karenamu ayah. Karna rinduku yang
meronta-ronta padamu. Ku ingin kau tahu, AKU MERINDUMU AYAH..! aku teramat merindumu. 3
bulan lamanya telah ku arungi hidup tanpa dirimu, tanpa jiwamu, tanpa kasih
sayangmu, tanpa nasehat bijakmu, tanpa bara dukunganmu, tanpa amarahmu yang kau
lontarkan tiap kali aku tersesat, tanpa rangkulan hangatmu ketika aku mulai
menyadari sebuah kesalahan, tanpa jabatan tanganmu yang sering kali
membangkitkanku ketika jiwaku berada pada keringkihan, tanpa waktu dan
segalanya yang telah kau korbankan hanya untuk si gadis nakalmu yang tak tahu
diri ini. Aku rindu. Sungguh ku katakan aku merindumu ayah...! Aku rindu
saat-saat bersamamu.
Apa kau tahu, AKU TERAMAT KEHILANGANMU. Aku kehilangan sosok
lelaki paling berharga dalam hidupku. Sosok lelaki yang selalu menjadi
pelindung dalam setiap nafasku, sosok lelaki yang tiada pernah mengecewakanku,
dan sosok, sosok yang... ahh sampai kapanpun tiada yang bisa menggantikanmu. Kini
aku tersadar, bahwa tiada yang dapat menandingi kasih sayangmu, tiada perhatian
yang lebih tulus dr perhatianmu, dan tiada pengorbanan yang lebih agung dan
mulia selain pengorbananmu ayah.
Sehari, dua hari, tiga hari, dan bahkan sampai detik ini
keluarga kecilmu ini masih tertatih karna rindu kami yang tak berujung padamu. Terlebih
ketika aku tak sengaja menyaksikan ibu sedang menangis tersedu karna tak
terbiasa hidup tanpamu, ketika si adik bungsu berpolah super nakal hingga
membuat ibu kewalahan menghadapinya, sementara ku tahu kenakalannya itu
hanyalah luapan dari rasa kesalnya karna kehilanganmu di usianya yang masih
sangat balita. Ohh.. seandainya engkau ada di tengah-tengah kami ayah.. mungkin
keluarga kecil ini tak akan sehampa ini.
Tapi aku tak akan mengulasnya di sini. Aku tak ingin
memamerkan kerapuhanku di hadapanmu ayah.. Aku tak ingin menceritakan hal-hal
yang akan membuatmu semakin khawatir karna telah meninggalkan kami. Karna Tuhan
yang telah memanggilmu, dan aku yakin sekarang kau sudah bersahaja di surgaNya
dan terbebas dari rasa sakit yang kau derita selama hidup di dunia fana
ini. Sekarang dengan jiwa yang tak lagi
cengeng putri pertamamu ini akan bercerita, bahwa selepas kau pergi ada berjuta
makna yang telah ku peroleh sehingga bisa menjadikanku sekuat baja seperti saat
ini. Ketahuilah ayah, putrimu yang tak tahu diri ini bukanlah putri manja yang
kau kenal dulu. Aku telah berubah ayah. Aku tak lagi sama seperti dulu. Aku
bersyukur karna di balik kepedihan ini Tuhan mengajariku banyak hal.
Sekarang aku mengerti apa makna dari sebuah KEIKHLASAN. Aku
telah merasakan betapa pahitnya tersiksa karna kehilangan orang tersayang. Dan
keikhlasanlah obat terampuh dari pahitnya rasa sakit. Ya, hanya satu, IKHLAS.
Ikhlas merelakan kepergian orang tersayang, ikhlas menerima kenyataan menyakitkan,
ikhlas mencicipi bumbu tak sedap dalam kehidupan, dan tentunya ketika kita
telah mengenal tentang hakikat sebuah keikhlasan kita akan terbebas dari segala
bentuk kekecewaan dan rasa ketidakpuasan.
Lalu aku pun memahami betapa nikmatnya BERSYUKUR ketika
kecewa. Betapa berharganya waktu yang telah ku buang sia-sia, betapa
berharganya kebersamaan yang telah lalai ku jaga, betapa banyaknya
kenikmatan-kenikmatan yang membanjiri hidupku tapi tak sempat ku syukuri, dan
setelah setitik kenikmatan saja Ia hilangkan dari hidupku, aku baru menyadari
betapa berharganya ia. Di situlah Tuhan mengujiku, Ia ingin tahu seberapa
kecewanya aku karna kehilanganmu ayah.., seberapa marahnya aku menghadapi
takdir pahitNya, dan dapatkah aku bersyukur dan mengambil bermilyaran hikmah di
dalamnya??? Ya, sang waktu telah mengajariku tentang BETAPA PENTINGNYA
BERSYUKUR sebagai penawar rasa kecewa. Dan dengan setulus-tulusnya hati, ‘Kini
aku bersyukur padaMu Tuhan, karna kau telah menguatkanku melalui berbagai ujian
yang telah kau berikan.’
Karna pada akhirnya, manusia akan bersyukur tiada henti atas kegagalan/kekecewaan yang pernah ia alami. Kapan? Ketika badai dahsyat melanda, dan ia masih tegap berdiri. ;)
Kemudian aku semakin terkagum dan tercengang, setelah
menyadari betapa dahsyatnya KASIH SAYANG seorang IBU. Betapa hebatnya ia,
betapa berharganya ia, dan betapa tulusnya kasih sayangnya. Kini aku merasakan
kehebatan kasih sayangnya, jauh berlipat-lipat ganda lebih besar setelah
kepergianmu ayah.. ya, mungkin aku baru menyadarinya karna dulu masih ada
dirimu sebagai tumpuan keduaku. Kau harus tau ayah.. sungguh, istrimu itu
teramat luar biasa. Luar biasa ketangguhannya, luar biasa ketabahannya, dan
luar biasa kepandaiannya dalam memimpin keluarga kecil ini tanpa dirimu. Jadi
tak usah cemas, karna kau telah menitipkan kedua putrimu ini dengan seorang
wanita yang tepat dan sangat luar biasa hebatnya.
Aku terharu ayah, aku terharu tiap kali aku mengenang jerih
payah istrimu itu. Padahal aku tahu bahwa di dalam jiwanya masih ada luka yang
menganga karna kepergianmu. Tapi ia tak pernah memperlihatkannya kepada kedua
putrinya. Ia menyimpan keluh kesahnya rapat-rapat ayah. Ia tak mau membagi
kesakitannya padaku, juga pada putri bungsumu. Ia terlihat sangat tegar di
hadapan orang-orang yang berlalu lalang, tapi aku tahu persis bahwa batinnya masih
merintih kesakitan. Hmm.. mungkin dengan cara itulah ia mengajari kami untuk
menjadi wanita tangguh dan penyabar.
Aku tak tahu ayah, bagaimana diriku harus membalut luka
bersama dengan ibu. Yang ku lalukan hanyalah mendekapnya erat-erat dan mengatakan,
“Aku menyayangimu ibu! Kesedihanmu adalah kesedihanku pula, maka
berbahagialah.. maka kedua putrimu juga akan bahagia.” Hanya kata-kata itu yang
kerap kali ku lontarkan pada ibu, karna aku tak sanggup lagi menahan air mataku
ketika aku harus melontarkan satu kalimat lagi.. rasa-rasanya lidahku kelu dan
bibirku membisu. Maafkan aku ayah.. karna aku masih terlalu cengeng!! Maka sudilah
bertamu ke dalam mimpiku, agar kita dapat berbincang-bincang bersama, dan ku mohon ajari aku bagaimana cara untuk menjadi seorang anak yang berbakti.
Tak hanya itu ayah, sebenarnya banyak sekali pelajaran
berharga lainnya yang telah ku petik dari kejadian ini. Hanya saja, ku rasa
untuk saat ini cukup sepucuk kisah singkat ini yang ingin ku ceritakan padamu. Karna
ku yakin, di alam sana engkau pasti selalu memantauku dan mengetahui segala
perubahan yang ada padaku. Walau tak seberapa, walau masih belum bisa menjadi
putri kebanggaanmu, tapi ku yakin di alam sana engkau pasti tersenyum melihatku
bisa mengusap air mata kepiluan dengan tanganku sendiri. Maafkan aku ayah.. Bersabarlah, aku
berjanji bahwa aku akan berjuang untuk ayah, untuk ibu juga untuk putri
bungsumu. Setidaknya, aku akan terus berusaha entah dengan cara yang bagaimana agar
di hadapan Tuhan engkau tidak malu mengakuiku sebagai putrimu. Dan ku mohon,
sampaikan pada Tuhan agar Ia senantiasa membimbing kami pada kemuliaan. Menopang
kami agar selalu tegar dan penyabar, hingga kelak kami akan menjadi seperti
yang engkau harapkan, dan pada akhirnya kami akan berkumpul menjadi satu
keluarga kembali dengan seizin Tuhan. Cukup sekian ayah.
-Thanks for every moments we spent together :) I'll be Missing U Until the End of Time-
Salam rindu dariku,
Putri kesayanganmu.
_______________________________________________________________________________
Assalamualaikum wr wb.
Hallo visitors :)) Terimakasih sudah bersedia meluangkan waktunya untuk mampir di blog tak penting ini. Semoga mendapatkan 'sesuatu' yg dapat dijadikan ibroh yes ;)
Sebelumnya saya ucapkan syukron katsir,---Mohon utk siapapun yg membaca postingan tak bermakna ini --baik sahabat Pena Fathimah maupun visitors yg gak sengaja mampir (hehe).. saya meminta keikhlasan Anda untuk membacakan Surah Al-Fathihah untuk ayah saya (Bp. AMINUR RACHMAN bin ASHADI). Semoga beliau selalu dalam naungan kasihNya. Ilahi Amin.
-Jazakumullahu khairon katsiron-
:))
0 comments:
Post a Comment