Persembahan Terindah // Short Story
Bulan
sabit di penghujung Rabiul Awwal kali ini terlihat sangat perkasa. Ia berkilau
sendirian. Tanpa bebintangan lain yang biasa mengelilinginya. Kehadirannya kali
ini membuatku merasa sedikit tenang.
“Setidaknya,
di tempat sepi nan gelap ini aku masih ditemani oleh kilaunya si sabit yang
teramat cantik,” kataku memecah kesunyian.
Aku
berjalan menyusuri jalan setapak nan sempit di sebuah dusun yang tak jarang
dilintasi pengunjung. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari sosok yang
ku kenal. Tapi tak satupun ku dapatkan. Malam itu begitu mendebarkan. Aku seperti
tersesat di sebuah tempat asing, tak tahu arah, dan tak tahu tujuan. Kakiku begitu
letih untuk melangkah lagi. Beberapa angkot melintas dihadapan. Namun tiap kali
ragaku ingin menyetopnya, sebuah intuisi menghentikan niatku. Katanya, “Ada
bahaya di dalamnya!”
Langkahku
terhenti di depan sebuah masjid yang tak jauh dari jalur lintasan angkutan. Seseorang
menepuk pundakku dari belakang. Dingin, namun penuh kehangatan. Ingin ku toleh,
namun jantungku berdebar. Siapakah gerangan? Malaikatkah? Atau penjahat? Aku terdiam
beberapa menit. Namun tangan itu tak jua lepas dari pundakku. Karna rasa
keingintahuanku yang semakin mencekik, akhirnya ku beranikan diri untuk
berbalik arah.
Aku
berbalik arah. Dan ternyata... tangan itu miliknya. Sosok yang sangat
kurindukan. Lalu ku peluk ia. Tubuhnya dingin, tapi penuh kehangatan dan
menenangkan. Air mataku berderai, jatuh bersamaan dengan belenggu rindu yang
akhirnya dapat terluapkan.
“Ayah?
Ayah di sini?”
Ia
hanya tersenyum. Lalu mengajakku masuk ke dalam masjid. Kami menunaikan sholat,
lalu bermunajat. Air matanya berderai, mendoa untuk kebaikanku, keselamatanku,
juga ketaatanku pada Tuhan.
Seusai
itu, kami bercengkerama. Ku ceritakan semua kecamuk dalam kalbu. Semua suka dan
duka yang selama ini ingin ku luapkan namun tiada sosok yang mau mendengar. Dan
pada malam itu, segala kecamuk di dada menjadi benar-benar sirna dan menyisakan
kelegaan yang luar biasa.
Malam
semakin larut. Lalu akupun tertidur. Tertidur di dekapnya. Di dekapan ia, sumber
kerinduan.
***
“Hati-hati
ya sayang.. berbahagialah bersama ketaatan!” Sebuah bisikan syahdu membuatku
terjaga.
“Ayah
tunggu!! Mau kemana??”
Ia
melangkah menjauhi lantai tempatku berpijak. Cepat, secepat sinar sorot yang
tiba-tiba meredup. Ingin ku kejar, namun tak mampu.
“Ayah
tunggu.....!!” jeritku
pilu.
“Tunggu....ayahh
aku punya sesuatu untukmu!!”
***
Layaknya
sebuah kereta, kehidupan adalah sebuah perjalanan. Perjalanan yang dimulai ketika
kami masih berada dalam dekapan kedua orang tua. Berjalan begitu saja hingga
kami yakin bahwa keduanya tak akan meninggalkan kami dalam kemandirian. Hingga terkadang
mereka pergi, lalu kembali lagi.. mengenalkan kami dengan sosok baru. Hingga perjalanan
ini terasa sesak oleh penumpang, yakni orang-orang dalam kehidupan. Hingga pada
akhirnya akan ada yang pergi dan tak kembali. Entah orang tersayang yang
menjadi panutan, atau diri kami sendiri. Dan kami sama sekali tak miliki
pengetahuan, tentang kapan dan di stasiun mana hal itu akan terjadi.
Seperti
kini, ketika mereka bepergian entahlah kemana, dan aku harus terlantung-lantung
seorang diri dengan kemandirian yang ku miliki.
Aku
melanjutkan perjalanan. Ketulusan sang mentari pagi yang tak pernah letih menaungi
alam dari kegelapan, membuatku bersemangat melangkahkan kakiku kembali. Ya, aku
belajar dari si mentari yang tetap bersinar walau hujan menyakiti.
“Hey
tunggu!” kata sosok berkumis tipis yang
tiba-tiba muncul dengan sepeda ontelnya. -di seberang jalan.
“Kamu?”
“Apa
kabar?”
Aku
hanya tersenyum. Hening.
“Mau
kemana?” tanya kami
berbarengan yang spontan membuatku mengulangi pertanyaan.
“Hmm
kau mau kemana?”
“Aku
mau ke suatu tempat. Kau?”
“Ehm..
aku tersesat.”
“Kok?
Ayo naik!”
“Tapi...”
“Sudah.
Ayo naik! Banyak penjahat di sini!” tegasnya.
Dengan
sepeda ontel yang tak lagi bagus namun masih terasa nyaman dinaiki itu, kami
melanjutkan perjalanan. Ia mengajakku ke suatu tempat yang hendak ia kunjungi. Aku
hanya mengangguk pertanda setuju. Ya mau bagaimana lagi, di tempat asing ini
aku tak menemukan siapapun yang ku kenali, kecuali dia.
“Kok
ke sini?” tanyaku
heran.
Ia
hanya tersenyum, lalu menggiringku mendekati batu nisan yang entah milik siapa.
“Assalamualaikum
ayah.. maaf aku baru sempat mengunjungimu,” tuturnya kepada ruh dalam makam
itu.
“Ini??
...” tanyaku ragu-ragu.
“Ohiya,
perkenalkan ayah.. ini temanku, Zainab. Ia mengajariku banyak hal.”
Ia
tersenyum. Akupun tersenyum. Lalu kami menunduk, larut dalam kesenduan. Bermunajat,
memohon keridhoan atasnya.
Setelah
itu kami pamit.
“Aku
jadi lebih tenang sekarang. Rinduku sudah sedikit mereda,” ucapnya sebelum melanjutkan perjalanan.
***
Kami
berhenti di sebuah gubuk kecil tak jauh dari makam. Ia menyodorkan sebuah roti
dan sebotol aqua.
“Lumayan,
penunda lapar!!”
celetuknya.
Ia
melanjutkan, “Apa yang kau cari di kota mati ini? Kok bisa sampai sini?”
“Entahlah..
aku hanya mengikuti langkah kakiku. Hingga akhirnya aku berada di kota asing
ini. (sok serius :p)” (Hening) “Hmm..
tapi seneng. sempet bahagia, walaupun pada akhirnya kecewa L.” Lanjutku.
“Hmm..
what the reason makes you happy?”
“Hehee..
kemarin malem aku ketemu ayah dong!! :D”
“Ahh
jangan kumat deh! Serius!! What makes U happy?”
Aku
melotot. Lalu berkata tegas, “HEY!! I’M 1000% SERIOUS!! Mungkin itu hadiah
dari Tuhan =D”
“Ahhh
stress lu!!” jawabnya
kesal.
30
menit berlalu. Lalu kami melanjutkan perjalanan.
Berhentilah
kami di sebuah musholla milik sebuah yayasan. Kami beristirahat sejenak, lalu
menunaikan sholat Dzuhur.
Di
teras musholla itu kami kembali membuka perbincangan.
“Ternyata
ikhlas itu indah ya.. ya nggak??”
Aku
terpaku pada sebuah pemandangan di depan mataku. Kedamaian sosial.
“Aku
belajar banyak hal loh dari kejadian ini.” katanya lagi yang secepat kilat ku keluarkan dari telinga
kiri. –Tak ku hiraukan.
Ia
menoleh heran. Merasa tak didengarkan.
“WOYYYY!!
Ahh jadi sedari tadi aku ngomong kau nggak denger??” melotot kesal. “Parah!! Bengong mulu...!” lanjutnya yang ku sambut dengan tawa
ringan.
“Liat
deh!! Bahagianya mereka..”
kataku, menunjuk ke segerombolan anak-anak berbusana muslim.
Ia
mengernyitkan dahinya, lalu tersenyum. “Lupa ya? Kita kan juga bagian dari
mereka.. hahaha”
“Ahhh
kita mah mereka edisi kedaluarsa!! Wkwk” celetukku.
Kami
tertawa. Lalu terdiam. Hening.
“Kau
tau? Aku punya mimpi loh..”
“Opo
kuwi?”
“Bisa
nggak ya.. aku ngewujudin kado terindah itu? coba sama kau pasti seru!! Hahaha”
“Maksudmu?
Apa itu?”
“Hmmm....
aku pengen..” aku
terdiam. Ragu-ragu mengungkapkan. “I wanna build a sweet home for them. Like
that,” lanjutku, menunjuk sebuah tempat dimana anak-anak santri berbusana
muslim itu berada.
Ia
tersenyum. “Haha.. so do I.” katanya.
Aku
melanjutkan, “I wanna build it as the best gift for my father. Pasti ayahku senang. Apalagi kalo..
...” aku tak kuasa
melanjutkan. Pipiku memerah. -_-
“Kalo
aku punya mimpi yang sama, Don’t you wanna reach it together? Together with
me.. ?” (Hening) Lalu ia melanjutkan, “Let’s fight
together, until our dream cames to us!!”
Aku
tersenyum. Terdiam sejenak. Lalu ku katakan, “Let’s go!! Semoga ayahku dan
ayahmu bahagia di surgaNya ya..!”
Kami
tersenyum. Menatap langit. Lalu beranjak dari tempat suci itu. kami berlari ikuti sang mentari, tak peduli sepeda ontel yang tertinggal, tak peduli terik mentari yang
mengejar. Kami tetap berlari. --Mengejar mimpi-
Sampai
sebuah batu besar tak sengaja ku hantam. Aku terjatuh. Terbentur keras. Lalu kesakitan.
“ASTAGA JENAB!! Apa yang kau lakukan?? Tidur kok sampek terjun dari ranjang!!”
“Hahh??”
Aku melotot, mengumpulkan nyawa. Lalu beranjak
bangun.
“AHHHHHHH
TERNYATA CUMA MIMPI?????????? Shittttttt!!!!!” -____-
*sudahending*
*cumamimpikok* #LOL
***
Ternyata
benar. Bukan perjalanan namanya bila tiada perubahan. Bukan kehidupan namanya
bila tiada ketidakabadian. Selalu ada kisah dan sosok pembuat kisah. Selalu ada
bahagia dan sosok penabur bahagia. Pun selalu ada derita dan sosok penabur
derita. Canda, tawa, haru, pun pilu. Kesemuanya adalah rasa, yang kan kau
cicipi bersama mereka, teman-teman kehidupan.
***the End***
Jeparadise, 28/01/16
-dfz-
anjiiir cuma mimpi #lol
ReplyDeleted bkin novel aj itu Di, ampek mimpinya trwujud... hahha
Wkwk klo panjang umur ye nonn!! doain aje bahaha
DeleteDitunggu mimpi selanjutnya.. dan cara bangun yg lebih "ckckckck" lagi.. hahahaaa
ReplyDelete