123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 lasantha.wam

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Friday, March 11, 2016

Tak Makna

Semarang, 11 Maret 2016


Untuk yang pertama kalinya aku memberanikan diri untuk menggerakkan jemariku kembali, Tepat setelah 2,764,800 detik lamanya ia termatisurikan oleh takdir kelam. Kini untuk yang pertama kalinya aku memberanikan diri. Memberanikan diri menyapamu lagi melalui tulisan tak bermaknaku ini.
Sebenarnya aku tahu persis, tiada makna aku menulis. Tiada yang dapat kuperoleh dariku menulis. Pun tiada kau yang kan acuhkanku menulis. Tapi entahlah aku tetap ingin menulis malam ini -saat ini. -Di menit, -di detik ketika aku tak tahu lagi dengan cara apa aku meluapkan  rasa rinduku. Ya, aku merindu. Aku merindumu. Teramat. Dan sangat. 

Aku merindu. Merindumu sebagai sahabat lama yang kini telah menjadi kekasih orang. Merindumu sebagai sahabat terkasih yang dulu selalu singgah dalam angan. Pun sebagai sahabat dalam jiwa yang sekarang sedang hanyut dalam kebahagiaan. HEY.. bolehkah aku menyapamu? Sekali ini saja. Bolehkah aku menyapamu? Setelah sekian juta detik kita tak lagi bercakap, setelah sekian ratus ribu menit kita tak lagi bertatap. Bolehkah aku menyapamu sebagai teman lama yang merindu? 

.
.
.


A P A  K A B A R ??

.
.
.


Apa kabar kau, lelaki orang? Kau baik-kan??

Ahh sudah. Aku tak perlu jawabanmu. Pun tak perlu sapaanmu kembali. Karna mendoa perihal kebahagiaanmu, sudah cukup bagiku. Sehingga tanpa jawabmu, aku yakin kau pasti selalu dan senantiasa terjaga. Terjaga dalam cintaNya, pun dalam bahagia. Hmm.. apalagi sekarang kau sudah punya 'dia', dan mereka bilang kau sangat berbahagia atas hadirnya. Haha, akhirnya bahagiamu datang juga. Maka itulah, aku tahu diri. Aku tahu diri untuk tak harapkan sapaan darimu lagi. Sungguh, aku tahu diri lelaki, dan akupun tahu sapaanku ini takkan mungkin mengenaimu, Karna tak mungkin seorang lelaki sombong sepertimu kan luangkan waktu untuk sekedar menoleh ke tempat dimana kutuliskan segalaku tentangmu. dan teramat sangat tak mungkin bila sosok lelaki seperti kau masih sudi mengingat sosok lusuh sepertiku, apalagi setelah kau berhasil dapatkan apa yang kau mau. kau ingatkan apa katamu dulu? kau bilang, kau adalah KAU yang mudah terbawa arus kesombongan. dan sekarang kau sudah berbahagia dengan buah surgawi yang berhasil kau petik dari tangismu pasca tahajjudmu dulu. kau sudah mendapatkan bingkisan terindah dari Tuhan. kau sudah berhasil lelaki!! maka sekali lagi ku gaungkan, "SELAMAT. SELAMAT. DAN SELAMAT. SEMOGA KEKAL HINGGA AKHIR HAYAT."


HAHAHH :') semakin kesini aku jadi semakin mual. Mual menulis tulisanku sendiri yang semakin nyeleneh, OVER, dan tak beraturan-___- Namun entahlah.. Aku masih tetap ingin menulis. Entah kau kan dengarkan atau tidak. Entah kau kan acuhkan atau tak sama sekali. Aku hanya ingin menulis. Menulis tentangmu hingga bongkahan rindu yang sekian lama tersimpan dalam kalbu dapat sedikit saja mencair. Mencair dan kemudian mengalir menjadi muara ikhlas hiasi kedua sudut bola mata. Biarlah. Biarlah ia mencair. Biarlah ia mengalir bagai gerimis hujan yang menyisakan lebam melingkar di tiap sisi tempatnya keluar. 

-----OH ANDAI AIR MATA DAPAT MEMBUKTIKAN CINTA, MAKA IA AKAN SELALU MENETES UNTUKMU. :')



Lelaki, maafkan aku. Maafkan aku yang telah menghakimimu sebagai sosok yang jahat dan bersalah dalam segala hal. Maafkan aku karna telah memarahimu melalui segala kecamuk yang tak bisa ku utarakan. Mohon maafkan aku. 

Lelaki, kau benar. Bahwa aku masih berada di awal pendakian. Dan masih ada berpuluh2 tahun untukku mengarungi hidup. "Kalo umurmu 60 tahun, kau masih punya 40 tahun lagi utk hidup. Tanpa ayah. Dan itu bukan perkara mudah." katamu dulu. Kau ingat itu?
Lelaki, maafkan aku karna pernah miliki niat tak kan menyapamu kembali. Tapi ketahuilah, jauh di dalam kalbu aku teramat menginginkanmu utk menjadi sahabat dan teman curhat di duniaku juga akhiratku. Hanya sahabat. Sahabat. Sahabat sejiwa tempatku luapkan segala kegundahan, pun kerinduan. Aku ingin, aku selalu miliki hak untuk dapat menyapamu dan berbagi lara. Aku ingin selalu bisa mengatakan, "Aku rindu ayah.. aku rindu ayah.. aku..." dan segala cerita tentang rinduku yang tak berujung padanya. Aku ingin kita masih diberi hak untuk saling berbagi cerita, berbagi lara, pun bahagia. Tapi nyatanya semua itu hanya menjadi harapan dalam angan. Tak bisa ku lakukan. Karna aku tak berhak. Ya, aku tak berhak berbagi suka dan duka denganmu lagi. Aku akan kehilanganmu lelaki.. aku akan kehilangan sahabat sepertimu. Karna kau sudah punya dia, dia yang berhak dan berkewajiban dengarkan segala keluhmu. Dan aku? Hanyalah teman. Dan bahkan bila kau anggap aku sahabatpun, itu takkan menjadikan aku miliki hak untuk berbagi lara denganmu. Kita takkan menjadi saling. Dan aku sadar itu. Sadar sesadar2nya dalam ketahudirian. Karna itulah aku kehilanganmu. Kehilangan sahabat sejiwa sepertimu. Dan pada akhirnya takdir kita yang hampir sama ini hanya dapat ku kenang sebagai tragedi 'kebetulan' yang menjaraki kita untuk dapat sekedar berbagi --suka maupun duka. Ya, kita takkan selamanya bisa berbagi. Cukup. Aku kehilanganmu. Selamanya.
Lelaki, kau berhak bahagia. 

YA, KAU BERHAK BAHAGIA.  :')

#Memaknai Kehilangan (1)



13/03/16
-dfz-


0 comments:

Post a Comment

Categories

Follow me on Facebook

Follow me on Tumblr

Writing is the most fun you can have by yourself. - Terry Pratchett

Powered by Blogger.
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();
Adsense Indonesia

About Author

Hamba Tuhan yang sedang belajar menulis.

Video of Day | Click on the link below to download the video!

Popular Posts